Waspadai Ancaman Bencana Hidrometeorologi

Ilustrasi hujan lebat disertai angin kencang. MI/Susanto

Waspadai Ancaman Bencana Hidrometeorologi

Atalya Puspa • 24 November 2024 22:00

Jakarta: Curah hujan tinggi yang terus melanda berbagai wilayah di Indonesia sejak Oktober ternyata bukan karena pengaruh angin monsun Asia yang menandai musim hujan. Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional Erma Yulihastin menjelaskan bahwa fenomena ini disebabkan oleh ketidaksinkronan kondisi atmosfer. 

"Angin monsun Asia sebenarnya belum aktif, tetapi hujan sudah tinggi. Ini terjadi karena ada beberapa faktor yang berkontribusi secara signifikan," kata dia saat dihubungi, Minggu, 24 November 2024. 

Erma memaparkan tiga faktor utama penyebab kondisi tersebut. Pertama, dinamika vortex yang tumbuh di Samudra Hindia. 

"Sejak Oktober, vortex aktif di Samudra Hindia. Ia kadang menjauh menjadi bibit siklon, tetapi terus muncul kembali, baik di selatan maupun utara ekuator, sehingga membangkitkan hujan signifikan," jelasnya. 

Kedua, suhu permukaan laut yang memanas di wilayah tersebut turut memperparah curah hujan. Faktor ketiga adalah gelombang atmosfer yang aktif, terutama jenis Kelvin yang menjalar dari barat ke timur, membawa pola hujan signifikan ke wilayah barat. 

Dampak dari fenomena ini, menurut Erma, terutama dirasakan oleh wilayah pesisir barat Sumatra yang langsung berhadapan dengan Samudra Hindia. 

"Kota-kota di pesisir barat Sumatra rentan sekali. Hujan biasanya mulai terjadi tengah malam, lalu menjalar ke wilayah lain seperti Kalimantan dan Jawa," ujarnya.
 

Baca juga: 

Tanggul Jebol, 1.687 Warga Perumahan Garden City Tangerang Dievakuasi



Di Jawa, wilayah selatan menjadi yang paling rentan. Topografi daerah ini, dengan kombinasi antara pesisir dan pegunungan, meningkatkan potensi bencana hidrometeorologi. 

"Bogor, Bandung, Sukabumi, semuanya punya pola yang sama. Gunung-gunung di wilayah ini, seperti Gunung Salak, menjadi hotspot hujan, sehingga intensitas curah hujan di sana sangat tinggi," kata Erma.

Tak hanya itu, daerah-daerah transisi seperti Depok, Cipinang, hingga Tangerang Selatan juga berpotensi terdampak. "Hujan yang terbentuk di pegunungan akan mengalir ke utara, tetapi karena angin saat ini berasal dari timur, aliran hujan ini lebih cenderung bergeser ke barat, meliputi Jakarta Barat dan Jakarta Selatan," jelasnya lagi.

Erma menekankan bahwa langkah mitigasi bencana harus segera dilakukan sebelum intensitas hujan mencapai puncaknya pada akhir Desember. Ia merekomendasikan agar drainase di kota-kota besar segera dibersihkan. Selain itu, penguatan tanggul juga harus menjadi prioritas.

"Jangan tunggu sampai air menggenang. Tanggul di sepanjang aliran sungai harus diperbaiki dan ditinggikan. Kalau kondisi ini terus berlangsung, bukan tidak mungkin tanggul-tanggul itu tidak mampu menahan debit air yang besar," ungkap Erma.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)