Bagaimana Skema Ibadah Haji Jemaah Sakit Agar Tetap Sah dan Bermakna? Begini Penjelasannya

Konsultan Ibadah Haji Kemenag RI tengah membimbing Jemaah Haji Indonesia yang diobservasi Tim Kesehatan KKHI Madinah sebelum diberangkatkan ke Makkah. Foto: Dok. Media Center Haji (MCH)

Bagaimana Skema Ibadah Haji Jemaah Sakit Agar Tetap Sah dan Bermakna? Begini Penjelasannya

Misbahol Munir • 25 May 2025 19:12

Madinah: Sebagian jemaah haji Indonesia yang mengalami gangguan kesehatan kerap mempertanyakan apakah ibadah yang dijalankan tetap sah dan bermakna. Hal itu menjadi pertanyaan yang terlintas di benak para jemaah yang sedang dirawat di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah.

Konsultan Ibadah Haji Kementerian Agama RI, Profesor Aswadi memaklumi kemasygulan yang menyelimuti para jemaah yang sedang sakit tersebut mempertanyakan keabsahan ibadah hajinya. Sebab, tak bisa menjalankan selayaknya jemaah lainnya.

Aswadi mengatakan, jemaah yang sakit butuh dukungan spritual dan moral sehingga tekad kuat untuk menunaikan seluruh rangkaian ibadah haji dengan tuntas bisa mereka kerjakan. Mereka juga harus diingatkan bahwa segala ikhtiar yang diupayaan harus dipasrahkan kepada Allah SWT. Sehingga jemaah bisa legowo dengan cobaan yang menimpanya.

"Jemaah haji harus menerima realitas dengan penuh syukur. Manusia punya rencana, tapi Allah yang menentukan," ujar Aswadi saat ditemui di KKHI, Sabtu, 24 Mei 2025.

Menurut diam setiap jemaah haji yang mengalami keterbatasan fisik tetap memiliki kesempatan untuk menyelesaikan ibadah melalui metode yang disesuaikan, seperti safari wukuf, murur, hingga tanazul. Semua dilakukan berdasarkan kondisi medis dan fatwa fikih yang sah.

Salah satu solusi yang diterapkan adalah perubahan niat ihram. Bagi jemaah yang tidak memungkinkan melaksanakan umrah wajib karena sakit, disarankan mengubah niat ihram dari haji tamattu’ menjadi haji qiran.

"Kalau dokter belum bisa memastikan untuk melaksanakan umrah wajib, sedang waktu wukuf sudah tiba, disarankan mengubah niat dari tamattu’ menjadi qiran," ujar Guru Besar UIN Sunan Ampel itu.
 

Baca juga: 

Raja Salman Undang 1.300 Jemaah dari 100 Negara untuk Haji Gratis 2025


Dengan haji qiran, jemaah berniat untuk haji dan umrah sekaligus sehingga tidak perlu melaksanakan umrah secara terpisah. Ini menjadi solusi fikih yang memungkinkan jemaah melanjutkan tahapan ibadah haji berikutnya meskipun dalam kondisi terbatas.

Selain itu, untuk jemaah yang tidak mampu melaksanakan lempar jumrah, ibadah tersebut bisa diwakilkan. Semua skema ini disusun untuk menjaga kelangsungan hidup tanpa mengurangi nilai ibadah.

"Semua langkah ini demi kepentingan kelangsungan hidup jemaah haji," kata dia.

Dalam pandangan fikih, jemaah yang mengalami sakit atau haid/nifas dan tidak memungkinkan menyelesaikan umrah wajib hingga waktu wukuf, diperbolehkan mengubah niat ihram dari haji tamattu’ menjadi qiran. Namun, perubahan dari tamattu’ menjadi ifrad tidak dibenarkan karena jemaah sudah terlebih dahulu menyertakan niat umrah wajib.

Jika mengubah niat dari tamattu' menjadi ifrad, maka jemaah bisa berarti meninggalkan niat umrah wajibnya.
Berbeda halnya jika jemaah mengubah niat tamattu' menjadi qiran, maka menggabungkan haji dan umrah menjadi satu rangkaian kegiatan ibadah.

Jemaah yang mengubah niat ihram dari tamattu’ ke qiran atau sebaliknya dikenakan dam berupa satu ekor kambing. Hal itu sebagai bentuk konsekuensi fikih yang sah.

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Agama, menekankan pentingnya sinergi antara kesiapan medis, bimbingan fikih, dan semangat jemaah untuk memastikan seluruh rangkaian ibadah haji dapat dilaksanakan dengan sah, aman, dan penuh makna spiritual, termasuk bagi mereka yang sedang diuji dengan kondisi kesehatan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggi Tondi)