Raja Ampat. Foto: Dok Metrotvnews.com
Riza Aslam Khaeron • 10 June 2025 16:53
Jakarta: Perhatian dunia maya belakangan ini tertuju pada Raja Ampat atau yang juga dijuluki The Last Paradise on Earth (Surga Terakhir di Bumi), Papua Barat Daya, menyusul isu penambangan ilegal yang memicu gelombang protes di media sosial.
Sebelumnya dilaporkan terdapat lima perusahaan yang tercatat memiliki izin tambang di kepuluan Raja Ampat, yakni PT Gag Nikel, PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham.
Pulau-pulau kecil di Raja Ampat seharusnya tidak dijadikan tambang dan dikhususkan menjadi pulau konservasi alam seperti yang telah ditentukan UU No. 27 tahun 2007.
Isu ini pun menjadi perhatian aktivis dan organisasi lingkungan Greenpeace Indonesia sebelumnya pada 3 Juni 2025, mengecam para aktor tersebut yang dinilai mencemari keindahan raja Ampat, post tersebut telah ditonton sebanyak 1.9 juta kali ketika berita ini disusun.
"Ketika keindahan alam Indonesia dihancurkan hanya demi kepentingan sesaat dan golongan tertentu, maka diam bukan pilihan. Ayo bantu pertahankan keindahan Raja Ampat dari keserakahan oligarki tambang nikel di act.gp/saverajaampat," tulis Greenpeace dikutip dari media X pada 3 Juni 2025 dengan tagar #SaveRajaAmpat.
Di laman Greenpeace Indonesia sendiri, menyoroti bahwa "Industri tambang belum berhenti menjejah alam. Kali ini, nikel menjadi pisau tajam yang membabat keindahan Raja Ampat,"
Para netizen kemudian ikut mencekam aktivitas penambangan tersebut.
"Padahal jelas-jelas diperaturannya WAJIB MEMPERTIMBANGKAN EKOSISTEM, MASYARAKAT, dan NELAYAN TRADISIONAL, tidak habis pikir,” tulis @S*m*g**u*t di kolom komentar
“Raja Ampat jangan sampai hancur karena tambang, ini warisan dunia! #SaveRajaAmpat,"tulis @Li*gk*nganP***a, 8 Juni 2025.
Baca Juga: Izin Usaha Pertambangan (IUP): Pengertian, Dasar Hukum, dan Jenis-Jenis |