Ilustrasi diskon besar-besaran di Harbolnas 2025. Foto: dok Finansialku.
Jakarta: Kebijakan fiskal dinilai akan semakin diarahkan pada peran aktif pemerintah dalam mendukung pembangunan nasional. Fokusnya adalah menjaga stabilitas sekaligus memperluas ruang pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Ekonom INDEF sekaligus Dosen Paramadina, Ariyo Irhamna, menilai arah baru ini konsisten dengan visi pembangunan yang berdaulat dan berpihak pada masyarakat. Menurutnya, prioritas kebijakan perlu diarahkan pada keseimbangan antara pemulihan pertumbuhan dan stabilitas sosial.
“Saya menilai prioritas jangka pendek Menteri Keuangan harus fokus pada pemulihan pertumbuhan ekonomi, sambil menjaga stabilitas fiskal dan sosial,” ujarnya, yang dikutip, Selasa, 9 September 2025.
Ariyo menjelaskan, peran negara yang lebih aktif akan memberi ruang bagi pembiayaan strategis dan penguatan BUMN. Langkah ini sekaligus memastikan kebijakan fiskal berjalan selaras dengan cita-cita pembangunan nasional.
“Pergantian ini menjadi langkah konsisten untuk memastikan kebijakan fiskal sejalan dengan visi pembangunan nasional yang inklusif dan berdaulat,” jelasnya.
Ia menyarankan dua kebijakan utama yang bisa segera diambil untuk memperkuat
daya beli masyarakat. Pertama, menaikkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) hingga Rp80 juta per tahun. Kedua, menurunkan tarif PPN menjadi 10 persen dengan 1 persen ditanggung pemerintah.
“Dengan langkah itu, daya beli rumah tangga tetap terjaga tanpa secara drastis mengurangi penerimaan negara,” ungkapnya.
Soal dinamika pasar, Ariyo menekankan perlunya membaca reaksi awal dengan lebih tenang. Menurutnya, penurunan IHSG tidak mencerminkan kondisi fundamental, melainkan respon jangka pendek atas ketidakpastian.
“Pasar membutuhkan waktu untuk menilai arah kebijakan baru. Penurunan IHSG saat kabinet baru dilantik bukanlah indikator fundamental negatif, melainkan respon awal terhadap ketidakpastian,” tegasnya.
Di sisi lain, ia memberi catatan penting agar disiplin fiskal tetap terjaga. APBN, menurutnya, tidak boleh digunakan tanpa prioritas hanya karena negara ingin bergerak lebih aktif.
“Menteri Keuangan yang baru harus benar-benar menjaga disiplin fiskal, agar APBN tidak berubah menjadi ‘ATM tanpa batas’ yang terus dicairkan untuk semua kebutuhan tanpa prioritas,” katanya.
Ke depan, Ariyo menekankan bahwa kecepatan implementasi kebijakan dan komunikasi publik menjadi kunci keberhasilan. Ia berharap kebijakan fiskal mampu menjadi tulang punggung pencapaian cita-cita pembangunan nasional.
“Kementerian Keuangan diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi, responsif terhadap pasar, dan mampu mengeksekusi program fiskal dan sosial secara efisien,” pungkasnya.