Kinerja Keuangan PLN Terus Moncer Berkat Tepat Mengelola Utang

Gedung PLN. Foto: dok PLN.

Kinerja Keuangan PLN Terus Moncer Berkat Tepat Mengelola Utang

Husen Miftahudin • 26 September 2025 18:02

Jakarta: Ekonom Konstitusi Defiyan Cory menilai kritik terhadap utang PT PLN (Persero) yang menyebutnya sebagai beban harian tidak sepenuhnya tepat dan berisiko menimbulkan disinformasi publik. 

"Utang korporasi tidak bisa disamakan dengan utang pribadi atau rumah tangga, karena memiliki struktur dan fungsi yang berbeda," ujar Defiyan dikutip dari keterangan tertulis, Jumat, 26 September 2025.

Menurut dia, utang perusahaan terbagi setidaknya dua, yakni utang jangka pendek untuk modal kerja dan utang jangka panjang untuk investasi. Menilai utang PLN tanpa pendekatan manajemen keuangan yang tepat, sebut dia, dapat menyesatkan. 

Berdasarkan laporan keuangan semester I-2025 yang dipublikasikan melalui Bursa Efek Indonesia (BEI), PLN mencatatkan pendapatan sebesar Rp281 triliun, meningkat dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp262 triliun. Penjualan tenaga listrik menjadi penyumbang utama dengan nilai Rp179,58 triliun, naik 4,53 persen dibanding semester I-2024.

Sepanjang 2024, PLN juga mencatat pendapatan sebesar Rp545,4 triliun, tumbuh 11,9 persen secara tahunan dari Rp487,38 triliun pada 2023. Sementara itu, laba usaha semester I-2025 mencapai Rp30 triliun, naik 7,1 persen dari Rp28 triliun di periode yang sama tahun sebelumnya.

Tak hanya itu, Defiyan menjelaskan, total aset PLN per Juni 2025 tercatat Rp1.796,64 triliun, meningkat dari Rp1.772,37 triliun pada akhir 2024. Di sisi lain, total utang PLN mencapai Rp734,26 triliun, terdiri dari utang jangka pendek Rp195,12 triliun dan utang jangka panjang Rp539,14 triliun.

Rasio utang terhadap aset PLN tercatat masih di bawah 50 persen, sementara rasio utang terhadap ekuitas sebesar 69,1 pesen, yang masih berada dalam batas wajar untuk perusahaan berskala besar.
 

Baca juga: Demi Jaga Daya Beli, Tarif Listrik Triwulan IV-2025 Tidak Naik


(Ilustrasi. Foto: dok PLN)
 

Transaksi energi wajib pakai rupiah 


Meski demikian, Defiyan menyoroti tingginya beban usaha PLN, khususnya biaya bahan bakar dan pelumas sebesar Rp94 triliun serta pembelian tenaga listrik Rp91 triliun. Ia menilai perlu ada intervensi kebijakan dari pemerintah, terutama terkait kontrak Take Or Pay (TOP) yang dinilai membebani keuangan PLN.

Selain itu, ia juga mengusulkan agar seluruh transaksi energi primer di dalam negeri diwajibkan menggunakan mata uang rupiah, guna menghindari kerugian akibat fluktuasi kurs asing.

Menurut Defiyan, beban selisih kurs selama ini lebih banyak ditanggung BUMN seperti PLN dan Pertamina, sementara sektor keuangan justru memperoleh keuntungan.

"Stabilitas keuangan PLN harus didukung dengan kebijakan fiskal dan moneter yang konsisten, agar tidak menimbulkan beban tambahan dari luar sistem manajemen perusahaan," tegas Defiyan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Husen Miftahudin)
pln