Perang Israel-Iran dan Inflasi Global

Ilustrasi. Foto: Freepik.

Perang Israel-Iran dan Inflasi Global

Ade Hapsari Lestarini • 19 June 2025 18:50

PERANG Israel-Iran yang dimulai pada 13 Juni 2025 menimbulkan ketidakpastian perekonomian global. Hal ini dapat diamati pada peningkatan harga minyak dunia, yaitu minyak Brent sebesar 11,1 persen menjadi USD74,927 Amerika Serikat (AS) per barel pada 17 Juni 2025. Demikian juga dengan kenaikan harga gas alam cair dunia (liquified natural gas) untuk kontrak Juli 2025 menjadi USD45,34. Atau mengalami peningkatan sekitar 3,2 persen dibandingkan kontrak Juni 2025.

Eskalasi perang Israel-Iran yang semakin tinggi dan berkepanjangan dapat mengganggu lalu lintas perdagangan gas dan minyak mentah yang melewati teluk Persia. Sekitar 35 persen perdagangan gas dan minyak mentah dunia melalui selat Hormus yang dikuasai oleh Iran. Gangguan logistik gas dan minyak mentah dunia dapat mendorong harga minyak dunia ke angka tertinggi sekitar USD100 per barel. Lebih tinggi dibandingkan dengan harga Juli 2024 yang mencapai sekitar USD87,426 per barel.

Kenaikan harga minyak dunia berdampak langsung ke negara-negara importir minyak dunia berupa cost push inflation, yaitu inflasi tinggi yang disebabkan oleh kenaikan biaya, khususnya kenaikan biaya logistik karena kenaikan harga bahan bakar minyak. Sebelum meletusnya perang Israel-Iran, International Monetary Fund (IMF) dalam World Economic Outlook (WEO), April 2025, memproyeksikan inflasi global pada 2025 dapat mencapai 4,3 persen. Meningkat sebesar 0,1 persen dibandingkan proyeksi Januari 2025.

Proyeksi inflasi per April 2025 untuk negara maju pada 2025 mencapai 2,5 persen. Sementara, proyeksi inflasi untuk Emerging Market and Developing Economies (EMDEs) mencapai 5,5 persen pada 2025. Proyeksi inflasi di atas didasarkan pada perubahan harga komoditas dunia dan menyusutnya volume perdagangan global yang disebabkan oleh Trade War AS-Tiongkok. Pada saat proyeksi IMF dibuat, tren harga minyak dunia mengalami penurunan. Tekanan inflasi global, secara khusus terhadap kelompok negara maju dan EMDEs bersumber dari gangguan rantai pasok global, kenaikan harga barang impor di AS, dan menyusutnya volume perdagangan global yang mengganggu sisi pasokan (supply shock).

Saat ini, perang Israel-Iran menambah tekanan terhadap inflasi global yang bersumber dari kenaikan harga minyak mentah dan gas bumi. Perang berkepanjangan memberikan tekanan baru terhadap perekonomian global berupa kenaikan harga minyak mentah yang diperkirakan mencapai USD100 per barel. Tekanan ganda terhadap inflasi global, yaitu menyusutnya pasokan global karena trade war jilid dua (tarif Trump) dan kenaikan harga minyak dunia lebih dari 10 persen diperkirakan berdampak pada peningkatan inflasi global hingga sekitar 5,2-5,7 persen pada 2025. Proyeksi inflasi global 2025 hanya sekitar 4,3 persen.


Ilustrasi. Foto: Freepik.
 

Baca juga: Harga Bitcoin Masih Stabil Meski Ada Perang Iran-Israel
 

Harga minyak dunia bisa naik lebih dari 10%


Hasil riset dari FXStreet, portal independen yang menyiapkan analisis mengenai foreign exchange market memperkirakan perang berkepanjangan antara Israel dan Iran akan membuat harga minyak dunia naik lebih dari 10 persen. Setiap kenaikan 10 persen harga minyak dunia akan berkontribusi terhadap inflasi global sebesar 0,4 persen pada 2019. Dengan pola yang sama, perang Israel-Iran dapat membuat harga minyak dunia naik lebih dari 20 persen.

Namun demikian, perang Israel-Iran pada 2025 tidak akan berdampak sama dengan Yom Kippur War antara Mesir dengan Israel pada 1973. Pada saat itu, negara-negara Arab, khususnya eksportir minyak dunia berkumpul di Kuwait menyatukan sikap untuk mengurangi produksi minyaknya sebesar 5,0 persen per bulan hingga Israel keluar dari Semenanjung Sinai dan dataran tinggi Golan.

Embargo minyak dunia menyebabkan harga naik 400 persen. Hal ini memberikan tekanan sangat kuat terhadap ketidakpastian perekonomian global. Bahkan, negara-negara Eropa memberlakukan regulasi pembatasan kecepatan kendaraan bermotor di jalan bebas hambatan hanya 90 kilometer per jam untuk mengurangi konsumsi bahan bakar minyak. Tren kenaikan inflasi global berdampak pada era suku bunga tinggi masih akan terus berlanjut. Hal ini, salah satunya dapat diamati pada proyeksi sejumlah bank investasi global, The Federal Reserve (The Fed) pada rapat dua hari, minggu ketiga Juni 2025 akan mempertahankan Federal Fund Rate (FFF) sebesar 4,5 persen.

Negara-negara importir minyak yang mengalami dampak inflasi paling buruk diprediksi akan mempertahankan atau bahkan menaikkan suku bunga acuan. Langkah ini dilakukan untuk mengurangi tekanan inflasi akibat kenaikan harga minyak mentah dunia. Lalu, apa mitigasi risiko kenaikan harga minyak mentah dunia terhadap inflasi global, khususnya tren inflasi nasional? Langkah antisipasi yang dapat dilakukan adalah menyiapkan skim bantuan sosial terhadap kelompok masyarakat paling rentan, yaitu masyarakat dengan pendapatan paling rendah.

Pemerintah sejak sekarang perlu memikirkan untuk memperpanjang insentif ekonomi berupa bantuan beras 10 kilogram per bulan kepada kelompok masyarakat miskin yang diumumkan pada awal Juni 2025. Sementara dari sisi kebijakan moneter, peningkatan ekspektasi inflasi membuat Bank Indonesia (BI), paling tidak menunda tren pelonggaran suku bunga yang dimulai pada Mei 2025. Langkah ini untuk menjaga agar kenaikan harga minyak dunia tidak berdampak terlalu besar terhadap inflasi nasional pada 2025.

Bauran kebijakan moneter dan fiskal juga harus mampu memberikan stimulus terhadap perekonomian sehingga dapat menahan laju pelambatan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan sebesar 4,7 persen atau lebih kecil dari 4,7 persen tahun 2025 akibat tarif Trump dan perang Israel-Iran.

Dosen FEB Unhas/Chairman ASEAN Competition Institute-ACI, Muhammad Syarkawi Rauf

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Ade Hapsari Lestarini)