Iran bersedia terima IAEA untuk bahas program nuklirnya. Foto: Press TV
Fajar Nugraha • 28 August 2025 20:05
Teheran: Iran mengatakan bahwa kembalinya inspektur nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak mencerminkan dimulainya kembali kerja sama secara penuh yang ditangguhkan setelah serangan Juni oleh Israel dan Amerika Serikat (AS).
Para inspektur dari badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) mulai bekerja di lokasi nuklir utama Bushehr di Iran barat daya, kata kepala pengawas nuklir Rafael Grossi, tim pertama yang memasuki negara itu sejak Teheran secara resmi menangguhkan kerja sama dengan badan PBB bulan lalu.
”Belum ada teks final yang disetujui mengenai kerangka kerja sama baru dengan IAEA, dan pandangan sedang dipertukarkan," ujar Menteri Luar Negeri, Abbas Araghchi, seperti dikutip Anadolu, Kamis 28 Agustus 2025.
Para inspektur badan Tenaga Atom Internasional meninggalkan Iran setelah Israel melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada 13 Juni, menyerang fasilitas nuklir dan militer serta daerah pemukiman dan menewaskan lebih dari 1.000 orang.
Washington kemudian bergabung dengan serangan fasilitas nuklir di Fordo, Isfahan dan Natanz. Iran membalas dengan serangan rudal dan pesawat nirawak yang menewaskan puluhan orang di Israel. Gencatan senjata antara Iran dan Israel telah berlaku sejak 24 Juni.
Iran kemudian menghentikan kerjasamanya dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), dengan dalih lembaga tersebut gagal mengecam serangan yang dilakukan Israel dan Amerika Serikat.
Namun pada Rabu, Grossi mengatakan para inspektur “sudah ada disana sekarang,” dan menambahkan, “hari ini mereka sedang memeriksa Bushehr.” Berdasarkan Undang-Undang yang menangguhkan kerjasama, para inspektur hanya dapat mengakses situs nuklir Iran dengan persetujuan badan keamanan tertinggi negara itu, Dewan Keamanan Nasional Tertinggi.
Teheran berulang kali menegaskan bahwa kerja sama di masa depan dengan badan itu akan dilakukan dalam “format baru.”
Juru bicara Organisasi Energi Atom Iran, Behrouz Kamalvandi, menyampaikan bahwa Inspektur Badan Energi Atom Internasional (IAEA) akan memantau proses penggantian bahan bakar di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Bushehr.
Dia tidak menyebutkan apakah inspektur akan diizinkan mengakses lokasi lain, termasuk Fordo dan Natanz, yang terkena serangan selama perang.
Rafael Grossi, dalam kunjungan ke Washington, mengatakan diskusi tentang pemeriksaan lokasi lain sedang berlangsung tetapi belum ada kesepakatan segera.
"Kami terus berdiskusi agar bisa mendatangi semua tempat, termasuk fasilitas-fasilitas yang terdampak," ujar Mantan Duta Besar, Rafael Grossi.
Rafael Grossi mengatakan bahwa Iran tidak dapat membatasi inspektur hanya pada “fasilitas yang diserang.” Tidak ada yang namanya pekerjaan inspeksi secara a la carte.” Pemulangan para inspektur ini dilakukan setelah para diplomat Iran mengadakan pembicaraan dengan rekan dari Inggris, Prancis, dan Jerman di Jenewa pada Selasa.
Dalam pertemuan putaran kedua sejak serangan Israel, pembahasan mencakup ancaman Eropa untuk mengaktifkan kembali sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa terhadap Iran sebelum sanksi tersebut resmi dicabut pada pertengahan Oktober.
Kesempatan untuk memicu apa yang disebut “mekanisme snapback” dari perjanjian nuklir 2015 yang gagal antara Iran dan negara-negara besar telah berakhir pada 18 Oktober.
Menurut laporan Financial Times, dalam pertemuan sebelumnya pada Juli, tiga negara Eropa sempat mengusulkan perpanjangan tenggat waktu snapback jika Teheran bersedia melanjutkan negosiasi dengan Amerika Serikat dan meningkatkan kerja sama dengan Inspektur Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Iran menolak upaya Eropa untuk memperpanjang tenggat waktu tersebut dan menegaskan tengah bekerja sama dengan sekutunya, Tiongkok dan Rusia, guna mencegah diberlakukannya kembali sanksi.
Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Karim Gharibabadi, pada Rabu menyatakan bahwa jika mekanisme snapback dijalankan, “jalur interaksi yang telah kami bangun dengan Badan Energi Atom Internasional juga akan sangat terpengaruh dan kemungkinan besar terhenti.”
Sehari sebelumnya, Rusia telah mengedarkan rancangan resolusi di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berisi usulan untuk menunda penerapan sanksi snapback selama enam bulan, menurut dokumen yang dilihat Agence France Presse (AFP).
Usulan Rusia tidak menetapkan prasyarat untuk perpanjangan batas waktu.
Wakil Duta Besar Rusia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Dmitry Polyanskiy, mengatakan bahwa proposal yang diperbarui tersebut dirancang untuk “membersihkan lebih banyak ruang bagi diplomasi,” dan menambahkan bahwa ia berharap proposal tersebut akan diterima.
"Ini akan menjadi semacam ujian lakmus bagi mereka yang benar-benar ingin menegakkan upaya diplomatik, dan bagi mereka yang tidak menginginkan solusi diplomatik apapun, tetapi hanya ingin mengejar agenda nasionalis dan egois mereka sendiri terhadap Iran," ujar Wakil Duta Besar Rusia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Dmitry Polyanskiy.
(Muhammad Fauzan)