Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) bersama Perkumpulan Pusat Logistik Berikat Indonesia (PPLBI) menggelar forum diskusi bertajuk Future-Ready Supply Chains: Leveraging Indonesia’s Bonded Facilities for Global Growth, Kamis, 28 Agustus 2025. Dok: APINDO
Jakarta: Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) bersama Perkumpulan Pusat Logistik Berikat Indonesia (PPLBI) menggelar forum diskusi bertajuk Future-Ready
Supply Chains: Leveraging Indonesia’s Bonded Facilities for Global Growth. Forum diskusi ini merupakan Inisiatif dunia usaha dalam mendukung pemerintah Indonesia yang menegaskan komitmennya untuk menurunkan biaya logistik nasional.
Diskusi yang digelar pada Kamis, 28 Agustus 2025, di kantor APINDO, Jakarta, ini membahasa berbagai strategi agar mampu menyukseskan target pemerintah menurunkan biaya logistik nasional. Sebab, data APINDO dan PPLBI menunjukkan biaya logistik Indonesia dilaporkan menyentuh 14,2 persen dari pendapatan domestik bruto nasional. Badan Pusat Statistik (BPS) sendiri mencatat PDB Indonesia pada triwulan I-2025 mencapai Rp5.665,9 triliun.
Walau biaya logistik Indonesia sudah mendekati tolok ukur negara maju di kisara 8-10 persen, komponen biaya logistik ekspor logistik Indonesia masih berada di angka 23,08 persen karena ada kontribusi sebesar 8,98 persen terhadap PDB. Angka ini masih jauh lebih tinggi jika dibanding dengan banyak negara Asia Tenggara lainnya.
Faktor yang mempengaruhi tingginya biaya logistik
Biaya logistik yang tinggi selama ini disebabkan sejumlah faktor struktural. Mulai dari ketergantungan berlebihan pada pelabuhan besar, lemahnya konektivitas antarwilayah, manajemen rantai pasok yang belum efisien, minimnya fasilitas penyimpanan modern, hingga kerumitan birokrasi dalam ekspor-impor.
Kondisi ini tidak hanya menekan pelaku usaha, tetapi juga membebani harga barang dan mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar global. Ketua Umum APINDO Shinta W Kamdani menilai pemanfaatan
Pusat Logistik Berikat (PLB) terbukti bisa memberikan dampak nyata bagi industri nasional.
“PLB dan Kawasan Berikat hadir sebagai game changer, bukan sekadar gudang penyimpanan, melainkan instrumen strategis," kata Shinta dikutip dari keterangan tertulis, Kamis, 28 Agustus 2025.
Shinta menyebut PLB mampu menekan biaya logistik, mengoptimalkan
cash flow, memperkuat compliance penuh, menghadirkan fleksibilitas dalam rantai pasok global, serta memberikan fasilitas kepabeanan dan perpajakan khusus. Selain itu, PLB mampu mendorong aktivitas manufaktur berorientasi ekspor dalam meningkatkan daya saing industri nasional
Pelaku industri akui 'rasa manis' pusat logistik berikat
Ketua Umum PPLBI Utami Prasetiawati menegaskan pengalaman nyata industri menunjukkan PLB menjadi solusi yang mampu menekan risiko, meningkatkan kepastian, serta mendukung kepatuhan sekaligus menghemat biaya. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah testimoni yang disampaikan para pelaku industri dalam memanfaatkan PLB. Di antaranya, sektor jasa pengeboran migas dan otomotif.
“Bagi operasi migas, waktu adalah segalanya. PLB memberi kepastian dan mengurangi risiko keterlambatan yang dapat berdampak hingga jutaan dolar,” ungkap Utami.
Sektor perakitan otomotif merasakan langsung manfaat PLB. Dengan menempatkan komponen impor di PLB, perusahaan memiliki fleksibilitas dalam mengeluarkan komponen sesuai kebutuhan produksi tepat waktu. Hal ini menekan biaya sekaligus memberikan kepastian lebih besar dalam mengelola rantai pasok.
Pelaku industri menilai PLB merupakan jembatan strategis yang mendukung efisiensi logistik, kepatuhan, serta integrasi perdagangan global. Dengan terus diperkuatnya kolaborasi antara pemerintah, industri, dan investor. APINDO dan PPLBI sepakat PLB hadir bukan hanya untuk menjawab kebutuhan industri saat ini, tapi untuk mempersiapkan Indonesia agar mampu berperan lebih besar dalam pertumbuhan ekonomi global.