Demonstrasi Pecah di Turki Setelah Rival Politik Erdogan Ditangkap

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Foto: Anadolu

Demonstrasi Pecah di Turki Setelah Rival Politik Erdogan Ditangkap

Fajar Nugraha • 20 March 2025 13:21

Ankara: Gelombang protes melanda sejumlah wilayah di Turki setelah pihak berwenang menangkap Wali Kota Istanbul, Ekrem Imamoglu, hanya beberapa hari sebelum ia dijadwalkan menjadi calon presiden dari Partai Rakyat Republik (CHP) yang sekuler.

Imamoglu dianggap sebagai salah satu rival politik terkuat Presiden Recep Tayyip Erdogan. Jaksa penuntut menuduhnya terlibat kasus korupsi dan mendukung kelompok teroris, serta menyebutnya sebagai "tersangka pemimpin organisasi kriminal."

Sebagai bagian dari penyelidikan, pihak kepolisian menahan 100 orang, termasuk politisi, jurnalis, dan pengusaha. Kantor Gubernur Istanbul juga memberlakukan pembatasan selama empat hari di seluruh kota.

Dalam pernyataannya di media sosial, Imamoglu menegaskan bahwa "kehendak rakyat tidak bisa dibungkam."

Protes meletus di berbagai tempat, mulai dari jalanan, kampus, hingga stasiun bawah tanah, dengan massa meneriakkan slogan anti-pemerintah. Dilaporkan, polisi menggunakan semprotan merica untuk membubarkan kerumunan di depan Universitas Istanbul, sementara ribuan warga berkumpul di depan balai kota meneriakkan, "Erdogan, diktator!" dan "Imamoglu, kamu tidak sendirian!"

Pemerintah melarang pertemuan publik di Istanbul selama masa pembatasan. Meski demikian, aksi protes diperkirakan akan meluas ke berbagai kota, terutama setelah para pemimpin oposisi, termasuk istri Imamoglu mengajak warga untuk "menyuarakan perlawanan."

Beberapa ruas jalan utama di Istanbul telah ditutup, dan sejumlah layanan metro dihentikan sementara.

Dalam video yang diunggah di media sosial, Imamoglu menyatakan akan tetap teguh membela rakyat Turki dan nilai-nilai demokrasi. Selain itu, melalui catatan tulisan tangan yang diunggah di platform X setelah penangkapannya, ia menyebut rakyat Turki akan merespons "kebohongan, konspirasi, dan jebakan" yang diarahkan kepadanya.

Otoritarianisme di Turki

Melansir dari BBC, Kamis 20 Maret 2025, penangkapan ini terjadi di tengah gelombang penindakan keras terhadap tokoh oposisi, media, dan industri hiburan di Turki dalam beberapa bulan terakhir.

Banyak pihak di media sosial menyatakan kekhawatiran bahwa langkah ini menandakan pergeseran Turki menuju otoritarianisme. Beberapa tokoh oposisi bahkan menyerukan boikot pemilu presiden mendatang, dengan alasan pemilihan yang bebas dan adil tidak lagi memungkinkan.

CHP mengecam penangkapan tersebut sebagai "kudeta terhadap presiden masa depan kami," sebuah pernyataan yang digaungkan luas oleh pendukung oposisi.

Namun, Menteri Kehakiman Turki, Yilmaz Tunc, membantah adanya campur tangan politik dalam kasus ini.  "Sangat berbahaya dan keliru mengaitkan penegakan hukum dengan Presiden Erdogan," ujarnya, menegaskan bahwa tidak ada seorang pun yang berada di atas hukum di Turki.

Pihak Erdogan juga membantah tuduhan tersebut, dengan menegaskan bahwa peradilan di Turki bersifat independen. Erdogan sendiri telah berkuasa selama 22 tahun, baik sebagai perdana menteri maupun presiden.

Imamoglu terancam gagal maju pilpres

Penangkapan Imamoglu berlangsung sehari setelah Universitas Istanbul membatalkan gelar akademiknya karena dugaan penyimpangan administratif. Jika keputusan ini berlaku, ia dapat didiskualifikasi dari pencalonan presiden, karena konstitusi Turki mengharuskan kandidat memiliki pendidikan tinggi.

Meski pemilu presiden dijadwalkan berlangsung pada 2028, peluang Erdogan untuk mencalonkan diri lagi terbatas karena ia telah menjabat selama dua periode. Satu-satunya cara baginya untuk maju kembali adalah mengubah konstitusi atau mengadakan pemilu lebih awal.

Selain tuduhan korupsi dan pemerasan, Imamoglu juga dituduh mendukung Partai Pekerja Kurdistan (PKK) kelompok yang sejak 1984 melakukan pemberontakan dan dikategorikan sebagai organisasi teroris di Turki, Uni Eropa, Inggris, dan Amerika Serikat.

Awal bulan ini, PKK mengumumkan niatnya untuk menghentikan perlawanan bersenjata, mengikuti seruan dari pemimpinnya yang saat ini dipenjara setelah berdialog dengan pejabat Turki.

Reaksi internasional dan dampak ekonomi

Penangkapan Imamoglu memicu kecaman dari berbagai negara. Dewan Eropa menyatakan bahwa tindakan ini "menunjukkan tekanan politik terhadap calon utama di pemilu mendatang."

Pejabat dari Uni Eropa, Prancis, dan Jerman juga mengecam penangkapan tersebut. Ketidakpastian politik ini mempengaruhi pasar keuangan, dengan nilai lira Turki sempat anjlok ke level terendah sepanjang sejarah terhadap dolar AS.

Meski banyak pihak terkejut dengan penangkapan ini, tekanan hukum terhadap Imamoglu bukanlah hal baru. Pada Desember 2022, ia dijatuhi larangan berpolitik atas tuduhan menghina komisi pemilihan umum Turki, meskipun putusan tersebut masih dalam proses banding.

Selain itu, ia juga menghadapi beberapa kasus lain, termasuk dugaan penyimpangan tender saat menjabat sebagai Wali Kota distrik Beylikduzu di Istanbul. Baru-baru ini, pada 20 Januari, kasus baru diajukan terhadapnya terkait kritiknya terhadap seorang jaksa.

(Muhammad Reyhansyah)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Fajar Nugraha)