Tekan Ketimpangan, Ini yang Harus Dilakukan oleh Pemerintah

Ketua Dewan Pakar Asosiasi Pengusaha Bumiputera Nusantara Indonesia (Asprindo) Didin S Damanhuri. Foto: Dok istimewa

Tekan Ketimpangan, Ini yang Harus Dilakukan oleh Pemerintah

Eko Nordiansyah • 21 November 2025 14:37

Jakarta: Ketua Dewan Pakar Asosiasi Pengusaha Bumiputera Nusantara Indonesia (Asprindo) Didin S Damanhuri mengatakan, jika Indonesia tidak mengubah tata kelola perekonomiannya, maka tidak akan bisa menghapus ketimpangan yang ada. Bahkan, jika meneruskan sistem pertumbuhan ekonomi berbasis GDP oriented, maka ketimpangan itu akan semakin meluas.

"Ada tiga model orientasi pembangunan ekonomi negara berkembang," kata Didin dalam forum Seminar Nasional Proyeksi Ekonomi Indonesia 2026: Menata Ulang Arah Ekonomi Berkeadilan, dikutip Jumat, 21 November 2025.

Pertama, model orientasi pembangunan ekonomi dimana pertumbuhan PDB hanya sebagai faktor indikatif, yakni pencapaian pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan (growth through equity). Misalnya, Malaysia dengan kebijakan berpihak pada bumi putera di zaman Mahathir Muhammad pada 1981-2003, atau Jepang dan Taiwan yang pembangunannya melalui UMKM, serta Korea Selatan yang basis awal pembangunannya melalui land reform.

"Negara yang berhasil dengan pertumbuhan tinggi melalui Pemerataan di dunia ini, ada model Asia dan model Eropa. Kalau Asia, Jepang sama Taiwan. Taiwan itu tidak mengenal usaha besar, semuanya UMKM. Kalau Jepang, karena sejak awal desain pembangunannya adalah melalui pemerataan. Semua sektor dikerjakan, hampir 90 persen, oleh UMKM. Boleh ada Toyota, boleh ada Honda, dan lain sebagainya tapi hanya sebagai core industri dan teknologinya saja," kata Didin.
 



(Ilustrasi. Foto: Dok Metrotvnews.com)

Kedua, model pertumbuhan ekonomi bersama pemerataan (growth with equity). Seperti yang dilakukan Indonesia pada era Soeharto, yang mencatatkan pertumbuhan rata-rata 7,5 persen. Atau yang dilakukan Thailand, melalui pembangunan agroindustri rakyat secara besar-besaran.

Ketiga, model orientasi pertumbuhan ekonomi yang tinggi at all cost atau GDP oriented. Seperti, saat Indonesia di era reformasi 2000-2024 lewat privatisasi besar-besaran, membiayai pembangunan dengan utang luar negeri yang besar, dan pembangunan infrastruktur fisik besar- besaran.

Contoh lainnya, Tiongkok melalui Zona Ekonomi Khusus. Yang membedakan penerapan Indonesia dengan Tiongkok adalah peran dari negara. Di Indonesia, peran negara minimum, sementara di Tiongkok, negara berperan secara totaliter komunis untuk menjaga pemerataan dan pemberantasan korupsi secara konsisten.

"Indonesia saat ini, jika menggunakan tolok ukur World Bank, 40 persen penduduknya memiliki pendapatan yang paling rendah, yaitu hanya 17 persen atau di bawah 17 persen dari pertumbuhan ekonomi. Hal ini, berkaitan erat dengan Gini Ratio. Di mana Gini Ratio pengeluaran Indonesia tercatat 0,38 sampai 0,41. Sementara kalau menggunakan Gini Ratio pendapatan, Indonesia mencatat hampir 0,5," ucapnya.

Ketimpangan masyarakat masih tinggi

Ketimpangan di Indonesia juga terlihat dalam data Material Power Index (MPI), yaitu suatu alat ukur kesenjangan kekayaan masyarakat suatu negara, dengan cara membandingkan rata-rata kekayaan dari 40 orang terkaya negara tersebut dengan rata-rata kekayaan pendapatan masyarakat.

"Pada tahun 2011, Indonesia duduk di posisi 2 terburuk dengan angka 632.740, di bawah Tiongkok yang mencatatkan angka 726.504. Tapi pada tahun 2023, Indonesia menduduki peringkat pertama dengan angka 1.236.795, mengalahkan Tiongkok yang mencatatkan angka 1.193.902. Sangat timpang, hampir dua kali lipat, jika dibandingkan antara 2011 dengan 2023," ungkap dia.

Ia berharap pemerintah bisa melakukan perubahan tata kelola, untuk memastikan pertumbuhan ekonomi bisa beriringan dengan pemerataan pendapatan. Caranya, dengan menyusun orientasi kebijakan ekonomi yang lebih inklusif, berkeadilan sosial, dan berkelanjutan. pembangunan dilakukan terlalu GDP oriented.

"Bappenas sebagai perencana perekonomian nasional, sekaligus sebagai pengelola otoritas fiskal bersama Kementerian Keuangan, yang merupakan bendahara negara. Di sisi lain, Bank Indonesia akan menjadi pemegang otoritas moneter. Sebaiknya, dihadirkan pula Badan Penerimaan Pendapatan Negara," kata dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Eko Nordiansyah)