Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, saat diwawancarai, di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis, 29 Agustus 2024. Medcom.id/Muhammad Syawaluddin.
Muhammad Syawaluddin • 29 August 2024 20:51
Makassar: Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono mendorong implementasi program ekonomi biru untuk menjaga ekosistem perikanan dan ketahanan pangan nasional.
Sakti Wahyu Trenggono, mengatakan ketahanan pangan itu bersumber dari tiga hal yakni karbohidrat, lemak dan protein. Khusus untuk protein, salah satunya berasal dari produk perikanan. Merujuk data perdagangan yang selalu surplus, produk perikanan dinilainya sebagai sumber ketahanan pangan yang paling kuat.
"Silakan diriset, laut kita dapat menjadi jawaban untuk mengatasi permasalahan pangan yang dunia sedang hadapi saat ini," katanya, saat membawakan kuliah umum di Unhas Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis, 29 Agustus 2024.
Trenggono juga mengatakan, untuk memaksimalkan potensi menghadapi tantangan yang ada semua. Semua harus menyadari ekologi harus ditempatkan sebagai panglima yang saat ini menjadi fokus KKP.
Ada lima kebijakan yang menjadi fokus KKP dalam mengimplementasikan ekonomi biru yakni memperluas kawasan konservasi laut, penangkapan ikan secara terukur berbasis kuota, pengembangan budi daya laut, pesisir dan darat yang berkelanjutan, pengelolaan dan pengawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.
"Termasuk penanganan sampah plastik di laut melalui gerakan partisipasi nelayan dalam program Bulan Cinta Laut atau BCL," ungkapnya.
Ia juga menjelaskan, kebijakan tersebut diambil lantaran laut menyediakan beragam sumber daya yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan yang tidak hanya bergizi tetapi juga lebih ramah terhadap lingkungan.
Berdasarkan data Sky quest (2023), peran sektor kelautan dan perikanan dalam menyuplai sumber pangan diproyeksi akan semakin besar.
Nilai pasar perikanan dunia diproyeksi akan terus mengalami pertumbuhan dengan Compound Annual Growth Rate atau CAGR sebesar 6,52?ri USD 269,3 miliar pada tahun 2023 menjadi USD 419,09 miliar pada tahun 2030.
"Sebagai negara kepulauan terbesar yang dianugerahi kekayaan sumber daya laut dan perikanan yang luar biasa besar, maka Indonesia harus menempatkan laut sebagai halaman depan sekaligus episentrum pembangunan nasional untuk mewujudkan Indonesia Emas di tahun 2045," jelasnya.
Di balik harapan besar terhadap laut sebagai penopang sektor pangan, laut kini menghadapi banyak tantangan. Tekanan terhadap laut akibat aktivitas manusia meningkat, perubahan iklim, IUU fishing dan overfishing marak terjadi, serta polusi laut akibat sampah plastik mengancam keberlangsungan sektor kelautan dan perikanan.
Olehnya itu pihaknya merekomendasikan agar kurikulum pendidikan di Universitas Hasanuddin memiliki fokus khusus terhadap ilmu pengetahuan, riset, inovasi, dan teknologi yang mendukung kebijakan Ekonomi Biru, karena inilah sesungguhnya masa depan bangsa Indonesia.
Sementara, Rektor Universitas Hasanuddin, Prof. Jamaluddin Jompa mengatakan, pihaknya mendukung kebijakan ekonomi biru karena sesuai dengan visi Unhas 2045 yang berbasis benua maritim Indonesia. Unhas bersedia bekerja sama dengan KKP guna mendukung kebijakan tersebut.
"Kebijakan ekonomi biru yang berbasis ilmu pengetahuan, sains seperti penangkapan ikan terukur harus dilakukan, ukuran itu tentu sangat penting," ujarnya.