Rerie: Bangun Kesiapsiagaan Masyarakat Menyikapi Ancaman Dampak Perubahan Iklim

Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Rerie). Foto: Istimewa.

Rerie: Bangun Kesiapsiagaan Masyarakat Menyikapi Ancaman Dampak Perubahan Iklim

Anggi Tondi Martaon • 26 November 2025 20:20

Jakarta: Bangun kesiapsiagaan masyarakat dan mitigasi bencana yang tepat sebagai dasar penetapan kebijakan untuk melindungi setiap warga negara, seperti yang diamanatkan Konstitusi UUD 1945.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat (Rerie) membuka Diskusi Denpasar 12. Tema diskusi tersebut yaitu Perubahan Iklim di Indonesia Menjelang Akhir 2025: Tantangan, Ancaman, dan Kesiapsiagaan Masyarakat.

"Anomali iklim yang dapat memicu kekeringan atau hujan lebat memiliki dampak signifikan pada cuaca di Indonesia. Kondisi itu harus mampu diantisipasi dengan kebijakan yang tepat," kata Rerie melalui keterangan tertulis, Rabu, 26 November 2025. 

Diskusi menghadirkan Plh. Deputi Bidang Klimatologi - Direktur Informasi Perubahan Iklim, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika/BMKG Dr. A. Fachri Radjab, S.Si., M.Si; Direktur Sistem Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB Dr. Ir. Agus Wibowo, M.Sc; dan Wali Kota Bandung Muhammad Farhan. Diskusi tersebut juga dihadiri Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Nadia Hadad sebagai penanggap. 

Menurut Reri, sejumlah peristiwa seperti peningkatan frekuensi hujan ekstrem dan panas yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia, memicu siklon tropis yang mempengaruhi perubahan cuaca di sejumlah wilayah. 

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mengungkapkan, perubahan pola hujan yang tidak menentu  mengganggu kalender tanam nasional dan menyebabkan gagal panen di beberapa wilayah seperti Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat.

Baca juga: Doa Bersama dan Tabur Bunga Digelar di Lokasi Longsor Banjarnegara

Menyikapi kondisi itu, anggota Komisi X DPR RI itu berharap, keseluruhan data dan prediksi yang disajikan lembaga seperti BMKG, misalnya, bisa menjadi catatan bagi institusi terkait untuk mempersiapkan mitigasi yang tepat dalam menyikapi ancaman perubahan cuaca di wilayah masing-masing. 

Di sisi lain, kepedulian masyarakat terhadap data terkait cuaca harus konsisten ditingkatkan, sebagai bagian dari upaya membangun kesiapsiagaan setiap warga negara terhadap dampak perubahan cuaca yang terjadi. 

Pelaksana harian Deputi Bidang Klimatologi - Direktur Informasi Perubahan Iklim BMKG Fachri Radjab mengungkapkan, BMKG terus memonitor indikator-indikator perubahan iklim. 

Data di World Economic Forum 2025, ujar Fachri, dalam 10 tahun ke depan suhu muka bumi akan terus naik. Ancaman gelombang panas di sejumlah wilayah, tambah dia, semakin nyata. 

Berdasarkan pantauan BMKG, ungkap Fachri, emisi CO2 di Indonesia terus meningkat. Bila pada 2004 tercatat 373 ppm, jumlah emisi CO2 di Indonesia pada 2024 tercatat 418 ppm. 

Kondisi tersebut, tegas dia, bisa mengakibatkan kekurangan air di sejumlah wilayah yang berpotensi mengganggu sejumlah sektor seperti pertanian dan kesehatan. 

Data cuaca dan iklim yang akurat, tambah Fachri, diharapkan mampu memberi acuan bagi sejumlah pengambil keputusan untuk menyikapi  sejumlah ancaman perubahan iklim tersebut. 

Direktur Sistem Penanggulangan Bencana BNPB Agus Wibowo mengungkapkan, hampir seluruh wilayah Indonesia masuk kategori ancaman bencana sedang hingga tinggi. 

Dengan kondisi itu, Agus berharap, bangsa Indonesia bisa menjadi bangsa yang tanggap bencana, karena tren jumlah bencana setiap tahun semakin meningkat yang didominasi bencana hidrometeorologi. 

Dengan masyarakat yang memiliki kesadaran dan tanggap terhadap bencana, menurut Agus, potensi kerugian dan korban jiwa akibat bencana dapat ditekan.

Sejumlah program untuk membangun sikap tanggap bencana dari para pemangku kepentingan dan masyarakat, tegas dia, penting untuk ditingkatkan. 

Walikota Bandung, Muhammad Farhan mengungkapkan pengalamannya membangun kesadaran warganya terhadap bencana terkait potensi risiko aktivitas sesar Lembang. 

Kondisi kontur kota Bandung dengan elevasi 10%-20% dan ketinggian bervariasi 700-750 m dpl, ujar Farhan, menuntut pemahaman masyarakat yang tinggi terhadap dampak bencana. 

Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Nadia Hadad berpendapat, upaya penanggulangan untuk mengatasi dampak perubahan iklim jangan sporadis. 

Langkah yang terencana dengan mitigasi menyeluruh, menurut Nadia, sangat dibutuhkan untuk menghasilkan respons yang tepat dalam menghadapi ancaman bencana di sejumlah sektor. 

Dampak perubahan iklim yang parah saat ini, menurut Nadia, karena pola pembangunan Indonesia selama ini masih mengedepankan ekonomi ekstraktif dan pertanian monokultur berskala besar.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Anggi Tondi)