Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria. Dok. Tangkapan Layar
Jakarta: Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria menegaskan jurnalisme berkualitas tidak akan pernah bisa digantikan mesin, meski di tengah gempuran teknologi, seperti kecerdasan buatan (AI). Di tengah pesatnya AI di newsroom, kemampuan berpikir kritis, etika, dan empati manusia menjadi benteng terakhir menjaga kualitas informasi publik.
“Good journalism itu diramu tiga elemen penting, yaitu critical thinking, skill, dan ethics. Kalau critical thinking ini tergerus oleh penggunaan AI, itu bahaya serius untuk jurnalisme berkualitas,” ujar Nezar melalui keterangan resmi di Jakarta, Rabu, 8 Oktober 2025.
Nezar menyoroti hasil riset Thomson Reuters Foundation bertajuk “Journalism in the AI Era” yang menunjukkan 80 persen media di negara berkembang sudah menggunakan fitur AI dalam pekerjaan sehari-hari. Namun, hanya 13 persen yang memiliki panduan resmi penggunaan AI.
“Artinya, mayoritas newsroom di dunia belum punya kebijakan yang jelas. Kurangnya transparansi dalam membedakan konten yang dihasilkan manusia dengan mesin bisa menggerus kepercayaan publik terhadap pers,” ujar Nezar.
Wamenkomdigi mengapresiasi langkah Dewan Pers yang pada awal 2025 telah mengeluarkan panduan penggunaan AI di media. Panduan tersebut mengatur penggunaan AI secara transparan, etis, dan bertanggung jawab, termasuk mekanisme penyelesaian sengketa atas konten berbasis AI.
AI Bukan Pengganti Manusia
Nezar menyampaikan Kementerian Komdigi tengah memfinalisasi dua dokumen penting, yaitu Peta Jalan Kecerdasan Artifisial Nasional dan kebijakan keamanan serta keselamatan penggunaan
AI yang akan ditetapkan melalui Peraturan Presiden.
“AI harus diperlakukan sebagai mitra, bukan pengganti manusia. Kita harus AI-aware. Sadar bahwa kita menggunakan AI, tapi tetap mampu mengambil jarak. Jangan sampai kita diatur oleh AI,” tegas Nezar.
Nezar juga mengingatkan esensi profesi jurnalistik yang tidak bisa digantikan teknologi. Sebab, mesin tidak punya nurani, empati, dan pengalaman hidup.
"Kualitas manusialah yang memungkinkan kita memahami konteks yang kompleks, merasakan dampak sebuah cerita, dan menjaga loyalitas mutlak kepada publik,” ujar Nezar.