Jakarta: Hari raya Iduladha yang jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025, kembali mengingatkan umat Islam pada kewajiban dan anjuran untuk berkurban. Ibadah ini tidak hanya bernilai sosial dengan membantu sesama, tetapi juga menjadi bentuk ketakwaan dan ketaatan kepada perintah Allah SWT.
Dalam praktiknya, umat Islam disunnahkan menyembelih hewan ternak sebagai simbol pengorbanan.
Namun, di tengah kenaikan harga hewan ternak seperti kambing, sapi, dan unta, sebagian masyarakat mempertanyakan kemungkinan mengganti hewan tersebut dengan hewan yang lebih terjangkau, seperti ayam. Pertanyaannya: apakah sah menyembelih ayam untuk kurban?
Berikut penjelasan para ulama tentang sah atau tidaknya menyembelih ayam sebagai hewan kurban.
Hewan Kurban Hanya dari Jenis Tertentu
Melansir penjelasan NU Online pada 13 Juni 2024, dalam syariat Islam, hewan kurban yang sah telah ditentukan secara jelas. Mengutip NU Online, hewan yang diperbolehkan untuk kurban hanyalah dari jenis hewan ternak (al-an'am), yaitu unta, sapi (termasuk kerbau), dan kambing (termasuk domba). Ketentuan ini didasarkan pada firman Allah dalam surat Al-Hajj ayat 34:
"
Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap bahimatul an’am (binatang ternak) yang telah direzekikan Allah kepada mereka."
Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzzab menyatakan:
“
Syarat diperbolehkannya hewan kurban adalah hewan tersebut merupakan hewan ternak, yaitu unta, sapi dan kambing... dan tidak diperbolehkan berkurban selain dengan hewan-hewan ternak yang telah disebutkan, seperti banteng liar, keledai, kijang, ayam, bebek, dan lainnya.”
Penjelasan ini juga didukung oleh Mu'jam Al-Qur'an, yang menyebut bahwa istilah "al-an'am" dalam bahasa Arab hanya merujuk pada hewan-hewan seperti al-ibil (unta), al-baqar (sapi), dha’n (domba atau biri-biri), dan al-ma’iz (kambing).
Karena itu, ayam tidak termasuk kategori hewan yang sah untuk dijadikan kurban. Mayoritas ulama menyepakati bahwa menyembelih ayam tidak memenuhi ketentuan syariat dalam ibadah kurban.
Pendapat Minoritas: Boleh Jika Tidak Mampu
Meski demikian, ada catatan dari sebagian ulama terkait kondisi keterbatasan ekonomi. Dalam Hasyiyah al-Baijuri juz 2 halaman 555, disebutkan bahwa Ibnu Abbas ra memperbolehkan seseorang yang tidak mampu membeli kambing untuk menyembelih ayam sebagai bentuk kurban, jika kebutuhan dasar dirinya dan keluarganya sudah tercukupi.
Kutipan dari Al-Baijuri menyebut:
“
Jika seseorang tidak memiliki kemampuan membeli kambing dan hanya sanggup membeli ayam, maka diperbolehkan baginya menyembelih ayam sebagai bentuk ibadah kurban.”
Namun, konteks dari pendapat ini sejatinya berkaitan dengan aqiqah, bukan kurban Iduladha secara langsung. Menurut penjelasan al-Maidani, pendapat ini lebih bersifat analogis (qiyas) terhadap praktik aqiqah yang memang lebih longgar ketentuannya dibanding kurban. Oleh karena itu, pandangan ini bukanlah pendapat mayoritas dan tidak bisa dijadikan dasar hukum umum.
Dalam praktiknya, pendapat ini bisa dipahami sebagai bentuk kelonggaran bagi orang-orang yang sangat ingin berkurban tetapi sama sekali tidak memiliki kemampuan membeli hewan ternak. Meskipun tidak sah sebagai kurban syar’i, menyembelih ayam tetap bisa dianggap sebagai bentuk pengorbanan pribadi dan ibadah sunah lainnya.
Mayoritas ulama menegaskan bahwa berkurban dengan ayam tidak sah karena tidak memenuhi syarat sebagai hewan ternak (al-an’am). Kurban yang sah adalah dengan unta, sapi, atau kambing dan jenis-jenisnya.
Namun, jika seseorang benar-benar tidak mampu membeli hewan ternak dan sangat ingin berkurban, maka menyembelih ayam dapat dianggap sebagai bentuk niat baik dan kesungguhan dalam beribadah—meski tidak sah secara fikih sebagai kurban Iduladha.
Karena itu, sangat dianjurkan bagi umat Islam yang mampu untuk berkurban sesuai dengan ketentuan syariat agar ibadahnya sempurna dan diterima oleh Allah SWT.