Apa itu Covid NB.1.8.1? Varian Covid Terbaru yang Telah Masuk di Indonesia

Ilustrasi. Medcom

Apa itu Covid NB.1.8.1? Varian Covid Terbaru yang Telah Masuk di Indonesia

Riza Aslam Khaeron • 4 June 2025 11:08

Jakarta: Kekhawatiran akan kembalinya lonjakan Covid-19 kembali mencuat, seiring munculnya varian baru yang menyebar cepat di Asia. Salah satu varian yang tengah disorot adalah NB.1.8.1. Pada Selasa, 3 Juni 2025, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengonfirmasi tujuh kasus baru Covid-19 berdasarkan hasil pemeriksaan spesimen periode 25–31 Mei 2025. Varian NB.1.8.1, yang sebelumnya telah teridentifikasi di Singapura, kini juga telah masuk ke Indonesia.

Apa sebenarnya NB.1.8.1 ini? Seberapa cepat penularannya dan apakah vaksin yang tersedia masih efektif melawannya? Berikut penjelasan lengkap mengenai varian NB.1.8.1 berdasarkan laporan resmi WHO, dan pernyataan pakar.
 

Asal Usul dan Status Varian NB.1.8.1

Varian ini merupakan turunan dari XDV.1.5.1, yang juga berasal dari garis keturunan JN.1. Sampel pertamanya dikumpulkan pada 22 Januari 2025. WHO secara resmi mengklasifikasikan NB.1.8.1 sebagai Variant Under Monitoring (VUM) pada 23 Mei 2025 karena peningkatan signifikan dalam proporsinya di seluruh dunia.

Varian Covid-19 NB.1.8.1 pertama kali dikumpulkan di Tiongkok pada Januari 2025. Kemudian, pada 23 Mei 2025, WHO secara resmi mengklasifikasikan NB.1.8.1 sebagai varian yang "mungkin memerlukan perhatian dan pemantauan prioritas" karena tren peningkatan kasus secara global.

NB.1.8.1 disebut sebagai varian turunan dari garis keturunan varian LP.8.1 yang sempat mendominasi kasus Covid-19 di Amerika Serikat. Varian ini terdaftar di platform GISAID dan menjadi perhatian karena pergerakan cepatnya secara global dalam waktu singkat. Dalam waktu kurang dari lima bulan, ia telah dilaporkan di lebih dari 20 negara, termasuk kawasan Asia Tenggara.
 

Mudah Menular, Tapi Tidak Membahayakan

NB.1.8.1 termasuk varian yang sangat menular. WHO menyebut bahwa varian ini memiliki keunggulan pertumbuhan dibandingkan varian lain seperti BA.3.2, NB.1, dan LF.9. Ini berarti bahwa dalam kondisi yang sama, NB.1.8.1 dapat menyebar lebih cepat dari varian-varian tersebut.

Laporan WHO per 18 Mei 2025 mencatat bahwa NB.1.8.1 sudah ditemukan di 22 negara, dengan 518 sekuens yang terdaftar di GISAID. Di wilayah Pasifik Barat, proporsi varian ini meningkat dari 8,9% menjadi 11,7% dalam empat minggu.

Di Amerika naik dari 1,6% menjadi 4,9%, dan di Eropa dari 1,0% menjadi 6,0%. Artinya, dalam waktu singkat, varian ini berkembang cepat dan menyebar lintas benua.

WHO juga mencatat bahwa dari semua varian yang saat ini dipantau, hanya XFG yang memiliki tingkat pertumbuhan lebih cepat dibanding NB.1.8.1. Kenaikan proporsi ini menunjukkan bahwa varian ini bisa menjadi dominan dalam waktu dekat jika tidak diantisipasi.

Penyebab cepatnya penyebaran ini diyakini berasal dari mutasi pada spike protein virus, khususnya pada posisi T478I, A435S, dan V445H.

Mutasi ini memperkuat kemampuan virus menempel pada reseptor ACE2 di tubuh manusia, yang memudahkan virus untuk menginfeksi sel. Di saat yang sama, mutasi ini juga menyulitkan antibodi dalam mengenali virus, sehingga tubuh lebih lambat memberikan respons imun.

Uji laboratorium juga menunjukkan bahwa NB.1.8.1 memiliki infektivitas tinggi, meski masih sedikit di bawah varian LP.8.1.1.

Penelitian menggunakan pseudovirus memperlihatkan bahwa antibodi dari orang yang pernah terinfeksi atau divaksinasi mengalami penurunan efektivitas sebesar 1,5 hingga 1,6 kali dalam menghadapi varian ini, dibandingkan dengan LP.8.1. Dengan kata lain, antibodi tetap bisa melawan NB.1.8.1, tetapi lebih lambat atau kurang efektif.

Kabar baiknya, hingga saat ini belum ada bukti bahwa NB.1.8.1 menyebabkan gejala yang lebih parah dibandingkan varian lain. WHO mencatat peningkatan jumlah kasus dan rawat inap di beberapa negara, tetapi tidak disertai peningkatan angka kematian atau pasien UGD.

Inilah alasan mengapa WHO kini memasukkan varian ini ke dalam daftar varian yang perlu dipantau. Perkembangannya terus diikuti oleh lembaga kesehatan dunia. Perkembangannya terus diikuti oleh lembaga kesehatan dunia.
 
Baca Juga:
Kemenkes Temukan 7 Kasus Covid-19 di Indonesia
 

Gejala yang Diketahui

CDC Amerika Serikat belum merilis daftar gejala spesifik untuk NB.1.8.1. Namun, menurut Subhash Verma, profesor mikrobiologi dan imunologi di University of Nevada, gejalanya serupa dengan varian Covid-19 sebelumnya, termasuk:
  • Demam atau menggigil
  • Batuk
  • Sesak napas
  • Sakit tenggorokan
  • Hidung tersumbat atau meler
  • Kehilangan indera penciuman atau perasa
  • Lelah
  • Nyeri otot atau tubuh
  • Sakit kepala
  • Mual atau muntah
CDC juga menekankan bahwa gejala parah yang harus diwaspadai mencakup:
  • Sulit bernapas
  • Nyeri atau tekanan di dada secara terus-menerus
  • Kebingungan baru
  • Ketidakmampuan untuk bangun atau tetap terjaga
  • Perubahan warna kulit, bibir, atau kuku menjadi abu-abu atau biru

 

Vaksin Covid Masih Efektif Sebagai Pencegahan

WHO menegaskan bahwa vaksin Covid-19 yang saat ini disetujui masih diperkirakan memberikan perlindungan terhadap gejala berat dan kematian akibat varian NB.1.8.1. Namun, cakupan vaksinasi global di antara kelompok berisiko masih rendah.

Data terbaru WHO menunjukkan bahwa hingga 30 September 2024, hanya 1,68% lansia dan 0,96% tenaga kesehatan yang menerima vaksin Covid-19 di 2024, di antara negara-negara yang melaporkan data. Wilayah Amerika dan Eropa mencatat cakupan tertinggi, sementara Asia Tenggara dan Afrika masih di bawah 0,5%.

Pada Mei 2025, WHO merekomendasikan penggunaan vaksin monovalen yang menargetkan garis keturunan JN.1 atau KP.2, sementara vaksin berbasis LP.8.1 juga dinilai masih layak sebagai alternatif. Vaksinasi tidak seharusnya ditunda, terutama bagi kelompok rentan. Lebih baik segera menerima dosis vaksin yang tersedia daripada menunggu varian terbaru.

Di Amerika Serikat, CDC menyarankan agar semua individu berusia di atas 6 bulan menerima vaksin 2024–2025, sementara FDA mengatur bahwa kelompok sehat di bawah 65 tahun harus menjalani uji klinis sebelum menerima vaksin tahunan. Sebagian dari kelompok ini kemungkinan harus membayar vaksin mandiri.

Untuk pencegahan non-vaksinal, WHO menekankan pentingnya surveilans aktif, komunikasi risiko, serta peningkatan kapasitas sistem kesehatan nasional. Negara-negara diminta mengintegrasikan sistem pemantauan pernapasan, mempertahankan mekanisme koordinasi, dan memperluas akses terhadap pengobatan dan perawatan bagi pasien Covid-19 serta kondisi pasca-Covid (long COVID).

Kemunculan varian NB.1.8.1 menjadi pengingat bahwa pandemi belum sepenuhnya usai. Dengan karakteristiknya yang lebih mudah menular dan mampu menghindari imunitas, masyarakat diimbau untuk tetap waspada dan mematuhi protokol kesehatan yang berlaku. Pemeriksaan berkala, vaksinasi, serta pemantauan gejala tetap menjadi langkah penting dalam menghadapi mutasi baru dari virus ini.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Surya Perkasa)