Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Foto: Dokumen Kementerian Perindustrian
Insi Nantika Jelita • 2 October 2024 13:17
Jakarta: Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia pada September 2024 meningkat tipis menjadi 49,2. Namun demikian, angka tersebut menunjukkan aktivitas manufaktur Indonesia masih di zona kontraksi yang terjadi sejak Juli 2024.
Pada Juli 2024, penurunan terjadi cukup dalam dengan kinerja manufaktur tercatat di bawah ambang batas ekspansi 50 yakni 49,3. Kontraksi berlanjut pada Agustus menjadi 48,9.
"Meskipun ada sedikit kenaikan pada PMI manufaktur bulan September namun kondisinya masih kontraksi," ujar Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dilansir Media Indonesia, Rabu, 2 Oktober 2024.
Dalam rilisnya, S&P Global menyebutkan penurunan kinerja PMI manufaktur Indonesia menggambarkan penurunan bulanan pada output dan pesanan baru selama September dan telah berjalan selama tiga bulan berturut-turut.
Kondisi itu ditanggapi perusahaan dengan mengurangi aktivitas pembelian mereka, memilih menggunakan inventaris, serta menjaga biaya dan efisiensi pengoperasian dengan sangat ketat.
Ekonomi dunia hingga akhir triwulan III-024 yang mengalami perlambatan menjadi penyebabnya.
Agus mengatakan, jika diamati lebih dalam, penurunan pesanan baru yang muncul sebagai hasil survei PMI manufaktur Indonesia pada September 2024 juga ditunjukkan oleh Indeks Kepercayaan Industri (IKI) edisi September 2024.
IKI pada bulan lalu mengalami penurunan pesanan pada subsektor industri pengolahan lainnya.
(1).jpg)
Ilustrasi produk impor ilegal. Foto: Dokumen Kementerian Perdagangan
Sektor yang mengalami pelemahan
Subsektor tersebut, lanjut Agus, mengalami penurunan pesanan, baik di luar negeri maupun dalam negeri. Subsektor industri lain yang mengalami kontraksi IKI pada pesanan baru adalah industri pengolahan tembakau, tekstil, pakaian jadi, kayu, kertas, bahan kimia, komputer dan elektronik, serta jasa reparasi.
Selain itu, sembilan dari 23 subsektor industri pengolahan juga mengalami kontraksi IKI pada variabel pesanan baru di September lalu.
Agus menyampaikan, untuk bisa kembali ekspansif, sektor industri butuh dukungan regulasi yang tepat dari berbagai kementerian/lembaga seperti pengendalian produk impor. Hal itu supaya industri dalam negeri bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
"Karenanya, kebijakan-kebijakan untuk mengendalikan masuknya barang ke Indonesia amat diperlukan. Saat ini kita terus berupaya menciptakan demand bagi produk dalam negeri. Karena demand-nya ada namun pasar juga dibanjiri dengan produk impor," ucap Agus.