Gedung Kementerian Perindustrian. Foto: Setkab
Annisa Ayu Artanti • 29 December 2023 16:09
Jakarta: Perlambatan ekonomi Tiongkok sebagai mitra dagang utama Indonesia masih terus membayangi kinerja industri pengolahan nonmigas hingga akhir 2023.
Meskipun pertumbuhan ekonominya cukup tinggi pada triwulan III-2023, impor Tiongkok dari beberapa negara termasuk Indonesia melandai pada November lalu.
Ekspor produk industri pengolahan nonmigas ke Tiongkok juga tercatat turun 6,44 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Meskipun demikian, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK-BI) masih menunjukkan optimisme yang baik pada akhir 2023 ini. Demikian pula dengan Indeks Kepercayaan Industri Desember 2023.
Indeks Kepercayaan Industri Desember turun
“Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Desember 2023 mencapai 51,32. Meskipun turun 1,11 poin dibandingkan November 2023, IKI masih ekspansi. Nilai ini juga meningkat 0,42 poin dibandingkan dengan nilai IKI Desember tahun lalu yang sebesar 50,90,” kata Juru Bicara
Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arif dalam siaran pers, Jumat, 29 Desember 2023.
Febri menjelaskan, perlambatan ini dipengaruhi oleh penurunan nilai IKI pada 17 subsektor industri pengolahan nonmigas. Kemudian, semua variabel pembentuk IKI mengalami penurunan, yaitu variabel pesanan baru turun 1,41 poin menjadi 53,44, variabel produksi turun 0,64 poin menjadi 53,86 dan variabel persediaan produk yang masih mengalami kontraksi dan mengalami penurunan nilai IKI sebesar 1,08 poin menjadi 42,21.
Kondisi ini menunjukkan terjadi tren peningkatan persediaan/stok produk pada industri pengolahan yang merata hampir di semua subsektor. Dari 23 subsektor industri pengolahan nonmigas, hanya dua subsektor yang variabel persediaannya mengalami ekspansi karena stok tersalurkan ke pasar.
Berkurangnya jumlah hari kerja efektif karena Natal dan Tahun Baru juga menyebabkan penurunan produktivitas industri pengolahan nonmigas di bulan Desember 2023. Selain itu, kondisi pasar global juga belum pulih dan stabil, mengakibatkan perlambatan permintaan produk (pesanan) dari luar negeri.
Ekonomi Tiongkok kembali melemah, dilihat dari deflasi di tingkat konsumen (CPI) dan produsen (PPI), kenaikan suku bunga riil, penurunan impor Tiongkok.
Iklim usaha di Indonesia
Iklim usaha di Indonesia pada akhir tahun ini diwarnai dengan penurunan harga komoditas ekspor dan kenaikan harga energi. Kondisi ini menyebabkan perusahaan yang telah mempersiapkan produknya untuk akhir tahun belum dapat tersalurkan ke pasar secara optimal sehingga terjadi penumpukan stok produk.
Penurunan terbesar nilai IKI dialami oleh industri komputer, barang elektronik, optik yang sekaligus menjadikan subsektor yang memiliki kontraksi tertinggi atau nilai IKI terendah.
Subsektor ini sejak Oktober 2023 terus mengalami peningkatan kontraksi. Industri yang perlu mendapatkan perhatian lainnya adalah industri tekstil serta industri pengolahan lainnya.
"Faktor dominan yang menyebabkan nilai IKI turun adalah pasar yang belum pulih terutama pasar luar negeri, daya saing harga jual dengan produk impor, ketersediaan bahan baku/penolong, dan waktu tunggu pengiriman," ungkap dia.
Lebih detail, Febri menjelaskan IKI yang ekspansi dipengaruhi oleh ekspansinya nilai IKI pada 15 subsektor dengan kontribusi terhadap PDB triwulan III-2023 sebesar 86,3 persen. Dari 15 subsektor tersebut, lima subsektor mengalami kenaikan nilai IKI.
Peningkatan nilai IKI terjadi pada subsektor industri pengolahan tembakau, industri pakaian jadi, industri peralatan listrik, reparasi dan pemasangan mesin/alat, dan industri minuman.
2 subsektor dari kontraksi menjadi ekspansi
Sementara itu, dua subsektor di antaranya berubah dari kontraksi menjadi ekspansi No: 397/RILIS/IND/12/2023 dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu industri peralatan listrik serta jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan.
Namun, Febri mengungkapkan, secara umum, kondisi kegiatan usaha industri di Desember 2023 tetap terjaga dari November 2023, dilihat dari kenaikan persentase jawaban responden yang menjawab kondisi usahanya membaik dan tetap mencapai 78,6 persen.
"Tingkat optimisme pelaku usaha enam bulan ke depan naik dari 61,41 persen menjadi 62,39 persen. Faktor dominan optimisme pelaku usaha antara lain dari kondisi pasar, kebijakan pemerintah pusat dan daerah, proses perizinan, dan inflasi," tutur dia.
Ia juga menambahkan, hampir semua subsektor memiliki ekspektasi atau optimisme yang besar terhadap kondisi bisnisnya di semester I-2024.
"Menghadapi kondisi ke depan, Kementerian Perindustrian terus berupaya melakukan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait moratorium industri semen, serta penetrasi pasar nontradisional dengan melakukan
business matching dan kerja sama internasional," ucap dia.