Terduga Pabrik Drone, Thailand Targetkan Kompleks Kasino di Kamboja

Detik-detik angkatan udara Thailand targetkan kompleks kasino Kamboja. (Istimewa)

Terduga Pabrik Drone, Thailand Targetkan Kompleks Kasino di Kamboja

Riza Aslam Khaeron • 9 December 2025 13:36

Bangkok: Thailand kembali menggempur target di Kamboja hanya beberapa pekan setelah kedua negara menandatangani kesepakatan damai yang dimediasi Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Mengutip The Telegraph, Senin, 8 Desember 2025, militer Thailand mengerahkan jet tempur F-16 untuk membombardir sebuah kompleks kasino di dekat perbatasan yang oleh Bangkok disebut terkait fasilitas drone dan penyimpanan persenjataan.

Serangan udara tersebut diluncurkan pada Senin, 8 Desember 2025, setelah kedua pihak saling menuduh melanggar gencatan senjata yang rapuh. Trump sebelumnya mengklaim konflik Thailand-Kamboja sebagai salah satu dari delapan perang yang ia "akhiri", namun pada awal pekan ini situasi kembali memanas.

Menurut sumber-sumber Thailand, pasukan Kamboja menyeberangi perbatasan sepanjang 508 mil pada beberapa titik dan melepaskan tembakan. Insiden itu disebut melukai delapan tentara Thailand serta menewaskan satu personel.

Sebagai balasan, Thailand melancarkan operasi darat dan udara, termasuk serangan ke kasino yang berada di dekat garis perbatasan. Empat warga sipil Kamboja diyakini tewas.

Winthai Suvaree, juru bicara militer Thailand, menyatakan kasino tersebut merupakan "pusat komando drone" dan digunakan untuk menyimpan senjata berat serta amunisi. 

Pada hari yang sama, Kepala Staf Angkatan Darat Thailand Jenderal Chaiyapruek Duangprapat mengatakan bahwa tujuan baru operasi Thailand adalah untuk melumpuhkan kemampuan militer Kamboja dan menetralisasi ancaman yang dianggap muncul dari negara tetangga tersebut.

Perdana Menteri Thailand Anutin Charnvirakul menegaskan bahwa Bangkok tidak memulai konflik. 

"Thailand tidak pernah menginginkan kekerasan," ujar Anutin dalam pidato televisi.

Dari pihak Kamboja, Kementerian Pertahanan menuding Thailand sebagai pemicu pertempuran. Maly Socheata menyatakan bahwa Thailand menyerang lebih dahulu dan Kamboja tidak langsung membalas.
 

Baca Juga:
Konflik Kamboja–Thailand Memanas Lagi, KBRI Minta WNI Jauhi Perbatasan

"Kamboja mendesak Thailand untuk segera menghentikan semua tindakan permusuhan yang mengancam perdamaian dan stabilitas kawasan," ujar Socheata. 

Dampak kemanusiaan mulai terlihat di kedua sisi perbatasan. Di Thailand, lebih dari 50.000 orang dievakuasi ke tempat penampungan, sementara setidaknya tiga rumah sakit di Provinsi Ubon Ratchathani ditutup. Warga Kamboja juga meninggalkan desa-desa yang dinilai berada di zona berbahaya.

Ketegangan terbaru ini disebut sebagai bentrokan paling serius sejak Juli 2025. Dalam lima hari kebuntuan kala itu, 48 orang tewas dan sekitar 300.000 penduduk mengungsi, dengan pemicu utama perbedaan tafsir atas peta era kolonial tahun 1907.

Harapan meredanya konflik sempat muncul setelah penandatanganan Kesepakatan Damai Kuala Lumpur pada akhir Oktober 2025, dalam seremoni yang dipimpin Trump. Namun, kesepakatan itu hanya memuat syarat de-eskalasi tanpa peta jalan penyelesaian akar sengketa.

Mu Sochua, kepala oposisi Khmer Movement for Democracy, menilai konflik Thailand-Kamboja tidak bisa diselesaikan seketika hanya dengan menarik kedua pihak dari arena. Ia juga menyinggung bahwa pemerintah Kamboja memanfaatkan kesepakatan damai tersebut untuk meraih simpati Trump, termasuk dengan menominasikannya untuk Nobel Perdamaian.

Pengamat dari Iseas-Yusof Ishak Institute, Tita Sanglee, mengatakan sengketa perbatasan ini berakar pada demarkasi kolonial yang ambigu dan sangat kompleks untuk diselesaikan. Menurutnya, penyelesaian jangka panjang hanya mungkin terjadi bila kedua negara bersedia melakukan kompromi signifikan.

Dengan sentimen nasionalisme yang menguat, ruang kompromi tersebut dinilai makin sempit. Thailand disebut tengah bersiap menuju pemilihan umum baru setelah sengketa perbatasan menumbangkan Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra, sementara kepemimpinan kuat di Kamboja diperkirakan tidak mudah mengalah.

Di tengah eskalasi ini, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, yang turut membantu memediasi gencatan senjata sebelumnya dan saat ini menjabat ketua ASEAN, menyerukan agar kedua pihak menahan diri serta memanfaatkan mekanisme komunikasi yang tersedia untuk mencegah konflik melebar.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Arga Sumantri)