Pengelola kawasan wisata Garuda Wisnu Kencana (GWK) membongkar tembok pembatas yang menutup akses warga di Banjar Adat Giri Dharma, Desa Ungasan, Badung, Bali, Rabu, 1 Oktober 2025.. Dokumentasi/ Metro TV 
                                                
                    
                        Badung: Polemik antara warga Desa Adat Ungasan dan pengelola Garuda Wisnu Kencana (GWK) terkait pagar beton yang sempat menutup akses warga akhirnya tuntas.
Dalam rapat koordinasi di Kantor Perbekel Ungasan disepakati perjanjian pinjam-pakai lahan antara Pemerintah Kabupaten Badung dan manajemen GWK untuk akses jalan warga telah berlaku secara hukum.
Bendesa Adat Ungasan, I Wayan Disel Astawa, mengatakan pihak desa adat tidak akan memperpanjang persoalan sebelumnya yang telah difasilitasi hingga ke tingkat provinsi dan kabupaten.
 
	
		
			| Baca: Pengelola GWK Bongkar Tembok Penutup Akses Warga | 
	
Selain itu perjanjian pinjam-pakai antara Pemkab Badung dan manajemen GWK juga telah memiliki kekuatan hukum yang jelas. Untuk itu melalui keputusan ini, ia menegaskan bahwa tdk ada lagi yang perlu diributkan. 
"Kesimpulan rapat hari ini, kami pada dasarnya menginginkan jalan masyarakat Ungasan di Banjar Giri Dharma dibuka kembali. Sekarang masyarakat sudah bisa bernapas lega, jadi apa yang bisa kita ributkan lagi?" kata Disel dalam keterangan pers seperti dilansir 
MediaIndonesia.com, Selasa, 28 Oktober 2025.
Hasil keputusan paruman prajuru Desa Adat Ungasan berupa berita acara nomor 06.1/DAU/X/2025 yang memuat 10 poin tuntutan terhadap GWK, juga resmi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. 
Rapat digelar di ruang utama lantai III Kantor Perbekel Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung ini, dihadiri oleh Camat Kuta Selatan Ketut Gede Arta dan sekretaris kecamatan, Perbekel Desa Ungasan I Made Kari, Bendesa Adat Ungasan I Wayan Disel Astawa, Ketua LPM Ungasan I Made Nuada Arsana, serta seluruh prajuru desa adat dan perwakilan warga. 
Disel menegaskan seluruh keputusan hasil paruman sebelumnya, termasuk ancaman menduduki gerbang GWK, telah secara resmi dicabut dan tidak berlaku lagi. Termasuk juga terkait izin kegiatan di GWK juga akan difasilitasi kembali. Hal itu kata dia demi kepentingan pariwisata di kawasan tersebut. 
"Hari ini keputusan sudah diterima semua, clear semua, tidak ada demo. Hari ini sudah selesai dan seterusnya tidak ada persoalan lagi. Termasuk izin kegiatan di GWK kita jalankan, karena kita juga tidak ingin menghambat kepentingan pariwisata," jelasnya. 
Disel berharap pihak GWK terbuka dan menerima kondisi ini demi menciptakan kelancaran hubungan dengan masyarakat lokal, terutama karena banyak warga Ungasan yang bekerja di kawasan GWK. 
Sementara Perbekel Ungasan I Made Kari menegaskan sistem perjanjian pinjam-pakai dinyatakan cukup, karena dijamin oleh pemerintah daerah. "Bagi kami ini sudah sangat cukup dan sudah dijamin oleh pemerintah daerah," terangnya. 
Kari juga menjelaskan keputusan desa adat sebelumnya yang membatasi aktivitas GWK, kini telah dicabut sepenuhnya.
"Semua keputusan yang pernah dibuat, sudah dinyatakan selesai dan dicabut hari ini. Jadi saya berharap masyarakat semuanya terutama Desa Ungasan tidak lagi mempermasalahkan permasalahan GWK," ungkap Kari 
Camat Kuta Selatan, Ketut Gede Arta, yang hadir pada rapat tersebut menyatakan proses penyelesaian persoalan di Desa Adat Ungasan merupakan proses yang harus dilalui secara bertahap. 
Ia menilai langkah yang dilandasi niat baik dan semangat “ngayah” aakan menghasilkan hasil positif bagi semua pihak. 
“Semesta sudah menentukan waktunya, seperti tembok pembatas GWK yang sudah dibongkar. Saya juga bersyukur para tokoh, prajuru Desa Ungasan bisa memberikan arahan dan mengambil langkah strategis yang bijaksana. Saya sangat mengapresiasi hal ini,” ujarnya.