Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi. Foto: Metrotvnews.com/Kautsar Widya Prabowo.
M Rodhi Aulia • 22 March 2025 13:17
Jakarta: Teror kepala babi yang dikirim ke Kantor Tempo menuai berbagai reaksi, salah satunya dari Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi. Komentar Hasan yang menyebut kepala babi itu "dimasak aja" sempat menimbulkan berbagai spekulasi dan interpretasi publik. Banyak yang mempertanyakan apakah pernyataan itu menunjukkan sikap meremehkan teror terhadap media, atau justru memiliki makna lain.
Hasan akhirnya menjelaskan bahwa pernyataan tersebut adalah bentuk dukungan terhadap sikap jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana alias Cica, yang menjadi target teror. Menurutnya, Cica tidak menunjukkan ketakutan, melainkan justru melecehkan aksi teror itu dengan santai. Hasan pun menyebut bahwa respons semacam itu justru efektif dalam menghadapi ancaman, karena membuat pelaku kehilangan tujuannya.
Bagaimana sebenarnya maksud di balik pernyataan Hasan? Berikut lima poin menarik yang perlu diketahui:
Hasan menegaskan bahwa pernyataan “Dimasak aja” bukanlah opininya sendiri, melainkan kutipan dari akun X jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana alias Cica.
"Padahal kan saya mengutip dari X-nya Francisca, wartawati yang dikirimi kepala babi itu. Saya tuh sebenernya jarang sepakat sama Tempo lho, ya tapi saya setuju dengan cara Francisca merespons itu," kata Hasan, Sabtu, 22 Maret 2025.
Baca juga: Soal Teror Kepala Babi ke Jurnalis Tempo, Jubir Istana: Dimasak Aja
Menurut Hasan, tujuan teror adalah menanamkan ketakutan. Namun, ia menilai respons Cica justru melecehkan tindakan tersebut, sehingga maksud peneror tidak tercapai.
"Justru itu cara melecehkan peneror yang bagus, itu dengan cara kaya gitu. Cara Francisca itu menurut saya cara bagus untuk melecehkan si pengirim kepala babi itu, dan saya mendukung dia untuk melakukan itu, biar tujuan si peneror nggak sampai kan," ujar Hasan.
Hasan membandingkan reaksi masyarakat terhadap teror kepala babi dengan peristiwa Bom Sarinah 2016, di mana warga Jakarta tidak menunjukkan ketakutan, bahkan ada pedagang yang tetap berjualan di sekitar lokasi.
"Waktu bom Sarinah kenapa Indonesia jadi pembicaraan dunia? Karena lagi ada bom tapi orang kumpul ramai-ramai, ada penjual kacang, ada penjual sate. Dan muncul hashtag ‘kami tidak takut’ waktu itu," kata Hasan.
Hasan juga membantah adanya upaya pembungkaman terhadap media kritis. Menurutnya, sejauh ini media tetap bebas meliput tanpa ada sensor dari pemerintah.
"Kalau dari pemerintah kan sudah terbukti, jadi kalaupun ditanyakan kita pakai bukti aja jawabnya. Nggak ada yang disensor, nggak ada yang dihalang-halangi, boleh nulis berita bahkan boleh siaran. Sekeras apapun kontennya mereka," jelasnya.
Hasan menegaskan bahwa pernyataannya bukan bermaksud meremehkan ancaman kepada Tempo, melainkan mendukung cara Cica menghadapi teror tersebut.
"Saya ngomong gitu dalam rangka mendukung dia (Francisca) merespons teror itu, bukan menganggap remeh teror ke Tempo, tapi justru si peneror ini harus kita lecehkan. Kalau kepala babinya dimasak kan berarti terornya nggak berhasil," kata Hasan.
Pernyataan Hasan Nasbi ini memicu diskusi luas di publik. Terlepas dari kontroversi, ia menegaskan bahwa ketakutan adalah tujuan utama teror, dan ketika ketakutan itu tak muncul, teror itu sendiri kehilangan maknanya.