Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba terancam kehilangan jabatan. Foto: Kyodo
Marcheilla Ariesta • 28 October 2024 11:50
Tokyo: Koalisi penguasa Jepang kehilangan mayoritas parlementernya dalam kekalahan telak pada pemilihan umum nasional, Minggu, 27 Oktober 2024. Kekalahan ini meningkatkan ketidakpastian atas susunan pemerintahan berikutnya dan prospek ekonomi terbesar keempat di dunia.
Partai Demokrat Liberal (LDP) Perdana Menteri Shigeru Ishiba, telah memerintah Jepang hampir sepanjang sejarah pascaperangnya. LDP bersama mitra koalisi juniornya, Komeito memperoleh 215 kursi di majelis rendah parlemen, menurut laporan media nasional Jepang, NHK.
Perolehan tersebut turun dari 279 kursi yang mereka peroleh sebelumnya dan menandai hasil pemilihan terburuk koalisi tersebut sejak sempat kehilangan kekuasaan pada 2009. Mereka pun kekurangan 233 kursi untuk meraih suara mayoritas di Parlemen.
"Pemilihan umum ini sangat sulit bagi kami," kata Ishiba yang tampak muram kepada TV Tokyo, dilansir dari Channel News Asia, Senin, 28 Oktober 2024.
Keiichi Ishii dari Komeito, yang mengambil alih sebagai pemimpin baru partai tersebut bulan lalu, kalah di distriknya.
Pemenang terbesar malam itu, oposisi utama Partai Demokrat Konstitusional Jepang (CDPJ), memperoleh 148 kursi, naik dari 98 kursi sebelumnya, karena para pemilih menghukum partai Ishiba atas skandal pendanaan dan inflasi.
Hasilnya dapat memaksa partai-partai untuk membuat kesepakatan pembagian kekuasaan yang tidak jelas untuk berkuasa, yang berpotensi menimbulkan ketidakstabilan politik karena negara tersebut menghadapi hambatan ekonomi dan situasi keamanan yang menegangkan di Asia Timur.
"Ini bukan akhir, tetapi awal," kata pemimpin CDPJ Yoshihiko Noda dalam konferensi pers.
Noda menambahkan, partainya akan bekerja sama dengan partai-partai oposisi lainnya untuk mengupayakan perubahan pemerintahan.
Ishiba sebelumnya mengatakan bahwa ia akan menunggu hingga hasil akhir sebelum mempertimbangkan kemungkinan koalisi atau kesepakatan pembagian kekuasaan lainnya.
Perdana menteri telah menyerukan pemilihan umum dadakan segera setelah terpilih menjadi ketua partai bulan lalu, dengan harapan memenangkan mandat publik untuk jabatan perdana menterinya.
Pendahulunya, Fumio Kishida, mengundurkan diri setelah dukungannya turun akibat kemarahan atas krisis biaya hidup dan skandal yang melibatkan sumbangan yang tidak tercatat kepada anggota parlemen.
Pemilihan umum juga berlangsung sembilan hari sebelum para pemilih di Amerika Serikat -,sekutu terdekat Jepang,- menuju tempat pemungutan suara dalam pemungutan suara yang tidak dapat diprediksi lainnya.