Penutupan Sekolah Keperawatan oleh Taliban Tingkatkan Krisis Kesehatan Afghanistan

Sejumlah perempuan Afghanistan memprotes kebijakan diskriminatif Taliban. (Anadolu Agency)

Penutupan Sekolah Keperawatan oleh Taliban Tingkatkan Krisis Kesehatan Afghanistan

Willy Haryono • 16 December 2024 15:08

Kabul: Penutupan mendadak sekolah keperawatan dan kebidanan di Afghanistan oleh kelompok Taliban telah menghancurkan harapan ribuan perempuan muda. Langkah ini dianggap sebagai pukulan telak bagi pendidikan perempuan dan sistem kesehatan negara yang sudah kekurangan tenaga medis.

Keputusan Taliban pada awal Desember untuk menutup semua sekolah keperawatan dan kebidanan di Afghanistan meninggalkan ribuan siswa tanpa masa depan yang jelas. Di kota Mazar-i-Sharif, beberapa siswa yang marah melepas jas putih mereka dan membakarnya sebagai bentuk protes.

“Saya melihat setiap mimpi saya hancur menjadi abu,” kata Maary Mohibian, seorang siswa keperawatan berusia 24 tahun, mengutip dari Hindustan Times, Senin 16 Desember 2024.

Ia dan teman-temannya telah menghabiskan hingga 75.000 afghani untuk pendidikan mereka, namun penutupan itu terjadi hanya beberapa hari sebelum ujian akhir.

Taliban, sejak mengambil alih kekuasaan pada 2021, telah memberlakukan larangan pendidikan tinggi bagi perempuan dan membatasi mereka dari sebagian besar pekerjaan. Sekolah keperawatan dan kebidanan semula dianggap sebagai jalur terakhir yang memungkinkan perempuan Afghanistan mendapatkan pendidikan dan penghasilan.

Langkah ini memicu kekhawatiran serius terkait dampaknya terhadap layanan kesehatan perempuan di Afghanistan, yang memiliki salah satu tingkat kematian ibu dan bayi tertinggi di dunia. Banyak siswa seperti Pardis Mohamadi, yang sempat menerima tawaran pekerjaan di klinik setelah lulus, kini harus mengubur harapan mereka.

"Ketika saya memakai jas putih, saya merasa percaya diri," kata Mohamadi, yang sebelumnya bercita-cita menjadi bidan. Namun, tanpa ijazah, ia kini hanya bisa diam di rumah.

Beberapa siswa bahkan mengalami depresi mendalam. Seorang teman Mohamadi, seorang janda dengan dua anak, dilaporkan mencoba mengakhiri hidupnya setelah menjual semua perhiasan emas untuk membiayai pendidikan yang kini tak lagi berarti.

Taliban belum memberikan alasan resmi atas penutupan ini. Namun, menurut siswa, polisi moralitas Taliban menyatakan bahwa sekolah-sekolah tersebut membuat perempuan terlalu berdaya dan tidak sesuai dengan peran tradisional mereka di rumah.

Kekurangan Tenaga Medis

Keputusan ini dikritik oleh kelompok HAM dan lembaga kemanusiaan, yang menyoroti krisis tenaga medis di Afghanistan. Menurut laporan UNFPA 2021, Afghanistan membutuhkan tambahan 18.000 bidan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan ibu dan anak.

Meski Kementerian Kesehatan mengklaim memiliki cukup tenaga medis, banyak perempuan harus menempuh perjalanan jauh untuk mendapatkan layanan kesehatan karena klinik di pedesaan tutup akibat kekurangan dana internasional.

Seperti Mohamadi, banyak siswa yang memilih jurusan keperawatan atau kebidanan sebagai alternatif setelah larangan universitas diberlakukan. Marwa Azimi, 19 tahun, yang bercita-cita menjadi dokter, kini merasa dua tahun belajarnya sia-sia. 

“Rumah saya sekarang terasa seperti sel penjara,” katanya.

Namun, ia tetap bertekad untuk tidak menyerah. Azimi berharap mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri. 

“Saya tidak akan membiarkan mereka menghentikan impian saya,” katanya dengan penuh keyakinan. (Muhammad Reyhansyah)

Baca juga:  Semua Salon di Afghanistan Ditutup Taliban, PBB: Merugikan Perempuan

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)