Menkeu: Penempatan DHE SDA di Perbankan Indonesia Sudah Lebih dari 30%

Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: dok Kemenkeu.

Menkeu: Penempatan DHE SDA di Perbankan Indonesia Sudah Lebih dari 30%

Husen Miftahudin • 18 February 2025 14:03

Jakarta: Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 yang mewajibkan penyimpanan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) di dalam negeri untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional.

Melalui peraturan yang mulai berlaku pada 1 Maret 2025 tersebut, pemerintah menetapkan eksportir di sektor pertambangan (kecuali minyak dan gas bumi), perkebunan, kehutanan, dan perikanan wajib menempatkan 100 persen DHE SDA dalam sistem keuangan nasional selama 12 bulan dalam rekening khusus di bank nasional. Sedangkan untuk sektor minyak dan gas bumi, aturan tetap mengacu pada PP Nomor 36 Tahun 2023.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan posisi DHE SDA yang ditempatkan di perbankan Indonesia relatif stabil. Bahkan, penempatan DHE SDA sudah melebihi batas minimal yang ditetapkan dari aturan yaitu sebesar 30 persen.

"Posisi dari devisa hasil ekspor yang diletakkan di dalam perbankan kita itu relatif stabil. Kalau minimum tadinya 30 persen di dalam data, yang ada adalah bahkan mencapai 37 sampai 42 persen. Jadi ini menggambarkan mereka sudah melebihi dari yang 30 persen," kata Sri Mulyani dikutip dari keterangan tertulis, Selasa, 18 Februari 2025.

"Sekarang dengan 100 persen, terutama untuk yang SDA batu bara, CPO, dan nikel adalah tiga komoditas yang paling besar peranannya di dalam menghasilkan ekspor dan devisa kita," sambung Menkeu.
 

Baca juga: DHE Wajib 100%, tapi Eksportir Masih Bisa Pakai untuk Operasional


(Ilustrasi. Foto: Medcom.id)
 

Tingkatkan koordinasi


Untuk itu, menteri yang karib disapa Ani itu menegaskan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan melakukan koordinasi bersama-sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Bank Indonesia (BI) agar eksportir dan produsen tidak terdisrupsi.

Kebutuhan penukaran rupiah, pembayaran dalam bentuk valuta asing untuk kewajiban pajak, pembayaran dividen dan pengadaan barang yang tidak diproduksi di Indonesia, serta pembayaran kembali atas pinjaman eksportir dipastikan tetap aman dan tidak terganggu.

"Tidak ada alasan perusahaan kemudian, karena adanya retensi 100 persen 12 bulan, kemudian mengalami disrupsi dari sisi keuangan maupun kewajiban-kewajiban mereka," tutur Ani.

Ia juga menyampaikan kebijakan tersebut tidak hanya diterapkan di Indonesia, tetapi juga dilakukan di beberapa negara di dunia.

"Itu juga menjadi salah satu bagian untuk kita terus meningkatkan bagaimana hasil dari bumi, air, dan seluruh sumber daya alam yang ada di Indonesia betul-betul bisa masuk ke dalam Indonesia dan bisa memperkuat perekonomian Indonesia," papar dia.

"Karena sistem perbankan dan sistem keuangan kita juga akan terus diperkuat sehingga mereka juga mampu untuk terus memberikan services kepada para eksportir tersebut," tutur Ani menambahkan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Husen Miftahudin)