Presiden Joko Widodo . Foto: Biro Pers Setpres.
Jakarta: Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengantongi informasi intelijen soal aktivitas partai politik (parpol) dinilai membuat iklim demokrasi kurang sehat. Ada pesan negatif yang ditangkap dari ucapan tersebut.
"Kondisi ini berpotensi menciptakan politic of fear yang digunakan presiden dengan kekuasaannya untuk menebar ketakutan," kata peneliti senior Pusat Riset Badan Riset dan Inovasi (BRIN) Firman Noor dalam diskusi virtual, Kamis, 21 September 2023.
Firman mengatakan ketakutan itu ditujukan pada para pihak yang terlibat dalam kepentingan elektoral. Terutama, mereka yang tidak segaris dengan pandangan presiden.
"Dalam negara demokrasi, mestinya presiden berdiri di atas semua kekuatan politik," papar dia.
Firman mafhum presiden berasal dari salah satu kekuatan politik atau parpol. Namun bukan berarti presiden berhak cawe-cawe atas urusan internal parpol lain.
"Presiden sebenarnya tidak boleh ingin tahu atau mendapatkan informasi terkait kekuatan politik di luar partainya yang ada di Indonesia," ujar dia.
Firman menyebut pernyataan Jokowi juga dapat ditafsirkan sebagai alarm bahwa dirinya tahu kondisi internal partai. Kemudian keragaman pandangan maupun keberpihakan dan peta politik.
"Termasuk bisa jadi dalam pencalonan pilpres (pemilihan presiden) baik yang pro maupun kontra di partai-partai tertentu," jelas dia.
Sebelumnya, Jokowi mengungkapkan ke publik terkait pengetahuannya terhadap data intelijen. Jokowi menyampaikan kepada relawan bahwa dirinya mengantongi data intelijen pergerakan semua partai politik.
"Saya tahu dalamnya partai seperti apa saya tahu, partai-partai seperti apa saya tahu. Ingin mereka menuju ke mana juga saya ngerti," kata Jokowi ketika membuka Rapat Kerja Nasional Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Hotel Salak, Bogor, Sabtu, 16 September 2023.