Jokowi: Hilirisasi Harus Transfer Teknologi

Hilirisasi nikel. Foto: MI.

Jokowi: Hilirisasi Harus Transfer Teknologi

Arif Wicaksono • 16 August 2023 12:21

Jakarta: Presiden Joko Widodo menuturkan Indonesia memang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA). Namun kekayaan akan membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang malas dengan menjual bahan mentah semata tanpa nilai tambah dengan nihil keberlanjutan.

"Tapi kaya SDA saja tidak cukup, jadi pemilik saja tidak cukup karena itu akan membuat kita menjadi bangsa pemalas yang hanya menjual bahan mentah kekayaannya. Tanpa ada nilai tambah, tanpa ada keberlanjutan. Saya ingin tegaskan Indonesia tidak boleh seperti itu. Indonesia harus menjadi negara yang juga mampu mengolah sumber dayanya, mampu memberikan nilai tambah dan mensejahterakan rakyatnya. Dan ini bisa kita lakukan melalui hilirisasi," kata dia dalam Pidato Kenegaraan, Rabu, 16 Agustus 2023.

Dia mengatakan hilirisasi yang ingin dilakukan adalah hilirisasi yang melakukan transfer teknologi yang memanfaatkan sumber energi baru dan terbarukan, serta meminimalisir dampak lingkungan. Untuk mencapai itu, Pemerintah Indonesia telah mewajibkan perusahaan tambang membangun pusat persemaian untuk menghutankan kembali lahan pasca tambang.

"Hilirisasi yang ingin kita lakukan adalah hilirisasi yang tidak hanya pada komoditas mineral. Tapi juga non mineral seperti sawit rumput laut kelapa dan komoditas potensial lainnya yang mengoptimalkan kandungan lokal dan yang bermitra dengan UMKM Petani & Nelayan sehingga manfaatnya terasa langsung bagi rakyat kecil," jelas dia.

Upaya ini harus terus dilanjutkan. Dia menegaskan pil pahit ini harus ditelan bagi pengekspor bahan mentah. Ini juga pahit bagi pendapatan negara jangka pendek. Tapi jika ekosistem besarnya sudah terbentuk, jika pabrik pengolahannya sudah beroperasi akan berbuah manis pada terutama bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.

"Sebagai gambaran, setelah kita stop ekspor nikel ore di 2020. Investasi hilirisasi nikel tumbuh pesat kini telah ada 43 pabrik pengolahan nikel yang akan membuka peluang kerja yang sangat besar. Ini baru 1 komoditas. Dan jika kita konsisten dan mampu melakukan hilirisasi untuk nikel tembaga bauksit CPO & Rumput laut," tegas dia.

Lonjakan pendapatan per kapita

Berdasar hitung-hitungan perkiraan dalam 10 tahun, pendapatan per kapita kita akan capai Rp153 juta (USD10.900). Dalam 15 tahun, pendapatan per kapita kita akan capai Rp217 juta (USD15.800). Dan dalam 22 tahun, pendapatan per kapita kita akan capai Rp331 juta (USD25 ribu).

"Sebagai perbandingan, untuk 2022 kemarin, kita berada di angka Rp71 juta. Artinya dalam 10 tahun lompatnya bisa dua kali lipat lebih, dimana pondasi untuk menggapai itu semua sudah kita mulai, pembangunan infrastruktur dan konektivitas yang pada akhirnya menaikkan daya saing kita," ujar dia.

Berdasar International Institute for Management Development (IMD), daya saing Indonesia di 2022 naik dari rangking 44 menjadi 34. Ini merupakan kenaikan tertinggi di dunia. Pembangunan dari desa pinggiran dan daerah terluar yang pada akhirnya memeratakan ekonomi dengan dana desa yang mencapai Rp539 triliun dari 2015 hingga 2023.

Faktor kepemimpinan

Konsistensi reformasi struktural terutama penyederhanaan regulasi, kemudahan perizinan, kepastian hukum dan pencegahan korupsi menjadi modalitas kita untuk meraih kemajuan. Sehingga kepemimpinan kedepan sangat menentukan masa depan Indonesia.

"Ini bukan tentang siapa yang jadi Presidennya. Bukan bukan itu.Tapi apakah sanggup atau tidak? Untuk bekerja sesuai dengan apa yang sudah dimulai saat ini. Apakah Berani atau tidak? Mampu konsisten atau tidak? Karena yang dibutuhkan itu adalah nafas yang panjang karena kita tidak sedang jalan-jalan sore. Kita juga tidak sedang lari sprint tapi yang kita lakukan seharusnya adalah lari marathon untuk mencapai Indonesia Emas," tegas dia.

Dia mengatakan tantangan kedepan tidaklah mudah. Pilihan kebijakan akan semakin sulit sehingga dibutuhkan keberanian, dibutuhkan kepercayaan. Untuk mengambil keputusan yang sulit dan keputusan yang tidak populer.

"Oleh sebab itu menurut saya, pemimpin itu harus punya public trust karena kepercayaan adalah salah satu faktor penentu. Bisa berjalan atau tidaknya suatu kebijakan, bisa diikuti atau tidaknya sebuah keputusan. Ini adalah modal politik dalam memimpin sebuah bangsa," jelas dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arif Wicaksono)