Carlo Acutis ditetapkan Paus Leo XIV sebagai santo milenial pertama Gereja Katolik pada Minggu, 7 September 2025. (EPA)
Willy Haryono • 8 September 2025 06:14
Vatikan: Paus Leo XIV menetapkan Carlo Acutis, remaja berusia 15 tahun yang dikenal sebagai ahli komputer, sebagai santo milenial pertama Gereja Katolik pada Minggu, 7 September 2025. Keputusan ini memberikan generasi muda Katolik sosok teladan yang dekat dengan dunia teknologi.
Prosesi kanonisasi digelar dalam misa terbuka di Lapangan Santo Petrus yang dihadiri sekitar 80.000 orang, banyak di antaranya kaum milenial serta pasangan muda dengan anak-anak. Pada misa kanonisasi pertama di masa kepausannya, Leo juga mengangkat Pier Giorgio Frassati, sosok Italia populer yang wafat muda, menjadi santo.
“Risiko terbesar dalam hidup adalah menyia-nyiakannya di luar rencana Tuhan,” kata Paus Leo dalam homilinya, dikutip dari The Korea Times.
“Para santo baru ini adalah undangan bagi kita semua, khususnya kaum muda, untuk tidak menyia-nyiakan hidup, melainkan mengarahkannya ke atas dan menjadikannya karya agung,” sambung dia.
Carlo Acutis lahir di London pada 3 Mei 1991 dari keluarga kaya yang tidak terlalu taat beragama. Tak lama kemudian keluarganya pindah ke Milan, tempat Acutis tumbuh dengan masa kecil yang bahagia dan penuh devosi religius.
Acutis menaruh minat besar pada ilmu komputer dan membaca buku pemrograman tingkat perguruan tinggi sejak usia belia. Julukan “influencer Tuhan” ia dapatkan berkat proyek teknologi utamanya: sebuah situs multibahasa yang mendokumentasikan mukjizat Ekaristi yang diakui gereja, pada masa ketika pembuatan situs web masih didominasi kalangan profesional.
Selain dikenal sebagai anak yang menghabiskan waktu berjam-jam dalam doa di hadapan Ekaristi, Acutis juga membatasi dirinya hanya satu jam bermain gim video per minggu. Bagi gereja, kedisiplinan ini menjadi contoh kontras terhadap bahaya budaya digital masa kini, sekaligus menekankan pentingnya hubungan manusia dibandingkan dunia virtual.
Pada Oktober 2006, Acutis terserang leukemia akut. Hanya dalam hitungan hari, ia meninggal dunia di usia 15 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Assisi, kota yang identik dengan Santo Fransiskus.
Sejak itu jutaan peziarah, terutama kaum muda, datang ke Assisi untuk melihat Acutis yang disemayamkan dalam peti kaca dengan balutan jeans, sepatu Nike, dan sweatshirt, seolah ia sedang tidur. Keadaan tubuhnya yang masih terawat menimbulkan banyak pertanyaan, sementara sebagian reliknya, termasuk bagian jantung, telah dibawa keliling dunia.
Kanonisasi Acutis dan Frassati semula dijadwalkan awal tahun ini, namun tertunda setelah wafatnya Paus Fransiskus pada April lalu. Fransiskus dikenal sebagai pendukung utama proses kanonisasi Acutis, karena ia meyakini Gereja membutuhkan sosok muda yang mampu menjembatani iman dengan tantangan era digital.
Baca juga: Paus Leo XIV Rayakan Misa dan Makan Siang Bersama Tunawisma di Castel Gandolfo