Aktivitas warga di tepian Sungai Kungkilan, Kabupaten Lahat, Sumatra Selatan. Istimewa
Whisnu Mardiansyah • 2 March 2025 22:04
Lahat: Kerusakan lingkungan terjadi di beberapa desa tepian Sungai Kungkilan di Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahat, Sumatra Selatan. Pencemaran ini diduga akibat operasional tambang PT Bara Alam Utama (BAU).
Kondisi aliran yang merupakan anak Sungai Lematang tersebut, kini tak bisa lagi dimanfaatkan warga untuk kehidupan sehari-hari. Ketua Yayasan Anak Padi, Sahwan mengatakan, masyarakat yang bergantung kehidupannya terhadap aliran sungai tersebut sudah sering melakukan protes terhadap operasional PT BAU yang merusak ekosistem sungai sejak beberapa tahun lalu. Namun hingga kini, belum ada tindakan nyata dari pemerintah untuk memperjuangkan hak hidup masyarakat.
"Sumber utama air bersih dan mengairi sawah masyarakat kini tinggal kenangan. Sungai Kungkilan kini rusak, akibat operasional perusahaan tambang PT BAU, sehingga warga tidak bisa lagi menikmati air bersih dan pengairan untuk lahan persawahan," kata Sahwan, Sabtu, 1 Maret 2025.
Sahwan mengungkapkan, sejak beberapa tahun lalu pihaknya bersama warga dari sejumlah desa di Merapi Barat sudah sering menggelar aksi protes atas rusaknya Sungai Kungkilan. Namun, unjuk rasa dan protes yang dilakukan tidak digubris. Pada 2022, harapan sempat muncul karena Gubernur Sumatera Selatan berjanji akan mencabut dan mengevaluasi proper biru PT BAU dan meminta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk menindaklanjutinya.
"Ketika ditanyakan ke petinggi DLH Lahat, mereka bilang itu bukan kewenangan mereka. Hingga kini belum ada keterbukaan informasi dari pemerintah pusat maupun daerah dalam penyetopan izin pertambangan bagi perusahaan tersebut, maupun pencabutan predikat proper biru karena terbukti bersalah merusak sungai dan mencemarkan lingkungan," ujar Sahwan.
Selain berdampak terhadap lingkungan, aktivitas tambang pun berdampak buruk terhadap perekonomian masyarakat karena hilangnya sumber air bersih. Lahan sawah dan pertanian di kawasan desa Merapi Barat, kini tak produktif lagi karena aliran Sungai Kungkilan sudah tercemar.
Bahkan, warga Desa Muara Maung, yang merupakan desa yang dilintasi Sungai Kungkilan, kini kerap kebanjiran di musim hujan dan kekeringan hingga berdebu tebal saat kemarau tiba. Sahwan berujar, tidak hanya perusakan lingkungan, ada sederet permasalahan yang dilakukan dan ditimbulkan operasional PT BAU yang telah dipublikasikan sebelumnya oleh pihak berwenang.
"Di antaranya yakni izin tidak sesuai aturan, dibuktikan dengan adanya laporan bahwa perusahaan ini melakukan penambangan di luar wilayah izin IUP-nya, termasuk di kawasan hutan lindung. Pemkab Lahat dan Kementerian ESDM pun pernah memberikan sanksi kepada PT BAU terkait ketidakpatuhan terhadap peraturan lingkungan dan tata Kelola pertambangan. Sanksi ini termasuk pembekuan sementara operasi atau denda," kata Sahwan.
Pada 24 Mei 2022 lalu, PT BAU bersama PT Sriwijaya Bara Priharum (SBP) pernah dilaporkan elemen masyarakat kepada Pemprov Sumsel. PT BAU dan PT SBP diduga telah melakukan perubahan alur sungai tanpa izin, yang disinyalir melanggar aturan perundang-undangan.
Elemen masyarakat yang menggelar unjuk rasa saat itu diterima Asisten I Setda Pemprov Sumsel, Rosidin. Rosidin saat itu memastikan Gubernur Sumsel akan tegas melakukan pencabutan terhadap proper biru dua perusahaan tersebut. Namun hingga kini, belum ada tindakan nyata terhadap kedua perusahaan tersebut yang hingga kini masih melakukan tindakan merusak lingkungan.