Ilustrasi pemilahan sampah. Dok. Istimewa
Achmad Zulfikar Fazli • 17 September 2025 15:28
Jakarta: Kota Padang, merupakan ibu kota Provinsi Sumatra Barat yang setiap harinya menghasilkan lebih dari 640 ton sampah. Sebagian besar masih dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah, sebagian kecil didaur ulang, dan sisanya bahkan berakhir di sungai, drainase, atau pantai.
Seiring pertumbuhan penduduk yang kini mencapai lebih dari 900 ribu jiwa, tantangan pengelolaan sampah pun semakin kompleks. Pemerintah Kota Padang mendorong perubahan perilaku di tingkat rumah tangga, agar memilah sampah menjadi kebiasaan sehari-hari.
"Ke depan, masyarakat harus terus memilah sampah dari rumah. Kota ini tidak akan pernah bersih kalau masyarakat tidak terlibat langsung," tegas Wali Kota Padang, Fadly Amran, dalam keterangannya, Rabu, 17 September 2025.
Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha menjadi kunci dalam membangun sistem pengelolaan sampah yang bukan hanya efektif, tetapi berkelanjutan dalam jangka panjang.
Untuk memastikan pendekatan ini berjalan efektif, PPAM Kota Padang memfasilitasi wilayah percontohan yang bisa menjadi tolok ukur penerapan program di lapangan. Oleh karena itu, RW 02 Kelurahan Parupuk Tabing, Kecamatan Koto Tangah, dipilih sebagai lokasi pilot project pertama.
Dengan jumlah warga sekitar 250 KK yang terdiri dari sekitar 1.000 jiwa, kawasan ini menjadi titik awal pengujian sistem pilah sampah berbasis warga. Kegiatan ini berlangsung selama tiga bulan, mulai November 2024 hingga Januari 2025.
Proses dimulai dengan koordinasi bersama ketua RW, RT, tokoh masyarakat, hingga perangkat Puskesmas Lubuk Buaya. Warga diberi edukasi mengenai pentingnya memilah sampah menjadi tiga jenis, yaitu sampah organik, anorganik, dan residu.
Di tahap awal, ember bekas digunakan sebagai wadah memilah sederhana. Selanjutnya, lima unit komposter drum dibagikan dan diletakkan di rumah tokoh RW dan RT.
Komitmen warga juga diperkuat dengan kesepakatan bersama soal teknis pemanfaatan komposter. Sampah organik dikumpulkan dan diolah bersama, sebagian juga diberikan kepada pemilik ternak.
Sementara itu, Kepala BPBPK Sumbar, Maria Doeni Isa, mengingatkan betapa seriusnya persoalan sampah di Padang. Menurut data, setiap harinya, Padang menghasilkan rata-rata 643 ton sampah, di mana sekitar 467 ton masuk ke TPA, sementara 40 ton lainnya bahkan tidak terkelola sama sekali dan menumpuk di lingkungan sekitar, hanyut ke sungai, atau berakhir di laut.
“Kondisi ini harus menjadi perhatian bersama. Jika tidak ditangani, akan berdampak pada kesehatan masyarakat dan memperbesar risiko bencana banjir,” jelas Maria.
Komitmen untuk terciptanya sistem pengelolaan sampah yang lebih baik di Kota Padang, diperkuat dengan ajang Mamilah Fest 2025 yang digelar di Taman Museum Adityawarman pada Sabtu, 16 Agustus 2025. Festival bertema Padang Goes to Zero Waste ini dikemas dalam konsep edutainment dengan menggabungkan hiburan dengan edukasi lingkungan.
Rangkaian acaranya meliputi pameran pengelolaan sampah berbasis masyarakat, talkshow inspiratif, penukaran sampah dengan sembako, hingga penandatanganan komitmen bersama berbagai pemangku kepentingan. Kehadiran ratusan warga, komunitas, dan pelaku usaha menunjukkan bahwa kesadaran kolektif mulai tumbuh.
Baca Juga:
Atasi Masalah Sampah di Bali, BRI Peduli Beri Pelatihan Diversifikasi dan Penguatan Mutu Produk Pupuk Kompos |
Maria menekankan pola lama kumpul–angkut–buang tidak lagi relevan. Sistem konvensional itu tidak hanya membebani TPA, tetapi juga gagal menekan pencemaran lingkungan.
“Harus ada inovasi dan partisipasi masyarakat. Tanggung jawab lingkungan ini kita pikul bersama,” tegas Maria.