Pasar Keuangan Indonesia Masih Rentan Tarif Impor Trump

Ilustrasi. Foto: MI/Susanto.

Pasar Keuangan Indonesia Masih Rentan Tarif Impor Trump

Insi Nantika Jelita • 8 April 2025 13:13

Jakarta: Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro mengungkapkan kebijakan tarif bea impor yang diumumkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memperburuk ketidakpastian global. Indonesia sendiri terkena tarif impor sebesar 32 persen, lebih tinggi dari Malaysia dan Singapura. Hal ini membuat pasar saham Indonesia semakin rentan terhadap gejolak eksternal.
 
Kebijakan tarif resiprokal atau timbal balik AS kepada mitra dagangnya berisiko memperlambat pertumbuhan global melalui penurunan volume perdagangan internasional dan peningkatan tekanan biaya di berbagai sektor.
 
"Sentimen pasar RI kemungkinan tetap rentan dalam jangka pendek, seiring respons balasan dari negara-negara mitra dagang utama meningkatkan risiko konflik berkepanjangan," ujar Andry dalam keterangan resmi, Selasa, 8 April 2025.
 
Peningkatan tarif impor AS ini, ungkap Andry, berisiko menekan kinerja ekspor nasional, terutama untuk produk-produk manufaktur seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik yang memiliki eksposur tinggi ke pasar AS.
 
Tekanan terhadap ekspor dapat memperburuk defisit transaksi berjalan dan menambah tekanan terhadap stabilitas nilai tukar rupiah dan pasar saham domestik.
 

Baca juga: Waduh! Baru Dibuka, IHSG Ambruk 9,19 Persen dan Langsung Trading Halt


(Ilustrasi pergerakan saham pada IHSG. Foto: Medcom.id)
 

IHSG ambruk hingga 9,19%

 
Setelah tutup selama libur Idulfitri, IHSG dibuka turun 9,19 persen ke level 5.912, melewati batas auto trading halt sebesar delapan persen. Bursa Efek Indonesia (BEI) pun segera memberlakukan penghentian sementara perdagangan.
 
Andry mencatat pelemahan terdalam dicatatkan oleh sektor teknologi sebanyak 10,38 persen, diikuti oleh sektor bahan baku yang melemah 10,07 persen dan sektor konsumer non primer yang melemah 7,63 persen.
 
Penurunan terdalam IHSG berdasarkan emitennya dicatatkan oleh Bank Central Asia (BBCA) sebesar 12,94 persen ke level 7.400, Bank Mandiri (BMRI) sebesar 13,46 persen ke level 4.500, Telkom Indonesia (TLKM) sebesar 14,94 persen ke level 2.050, dan DCI Indonesia (DCII) sebesar 14,99 persen ke level 142.775.
 
Secara keseluruhan, ketidakpastian global dan meningkatnya risiko diperkirakan mendorong volatilitas di pasar keuangan domestik. Andry memperkirakan rupiah bergerak di kisaran Rp16.610–Rp16.840 per dolar AS. Sementara yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun berada di kisaran 7,1 persen–7,3 persen dalam jangka pendek.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)