PBB desak India dan Pakistan menahan diri. Foto: Anadolu
New York: Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak India dan Pakistan untuk menahan diri dan mencegah eskalasi lebih lanjut menyusul serangan mematikan di Jammu dan Kashmir yang menewaskan 26 warga sipil. Juru Bicara PBB Stephane Dujarric menyatakan Sekretaris Jenderal Antonio Guterres mengikuti perkembangan dengan “keprihatinan yang sangat besar”.
“Kami dengan tegas mengutuk serangan teror di Jammu dan Kashmir pada 22 April,” tegas Dujarric, dikutip dari Anadolu, Kamis, 24 April 2025, seraya menekankan pentingnya penyelesaian damai melalui dialog.
Meski belum melakukan kontak langsung dengan kedua pemerintah dalam 24 jam terakhir, PBB mendorong “keterlibatan bersama yang berarti” untuk mencegah situasi semakin memburuk.
Latar belakang ketegangan
Serangan di Pahalgam, Kashmir, memicu respons keras India, termasuk penutupan perbatasan dan penangguhan perjanjian pembagian air dengan Pakistan. New Delhi menuduh Islamabad mendukung kelompok militan di balik serangan tersebut, namun klaim tersebut telah dibantah Pakistan.
Pernyataan PBB ini muncul ketika kedua negara saling mengusir diplomat dan membatalkan visa warga masing-masing. Komunitas internasional khawatir konflik bersenjata dapat Meletus kembali antara dua negara pemilik senjata nuklir ini, mengingat sejarah konflik serupa pada 2019 yang nyaris berujung pada perang terbuka.
Tantangan diplomasi global
Desakan PBB untuk pengekangan datang di tengah keterbatasan pengaruh organisasi internasional ini dalam konflik Kashmir yang telah berlangsung puluhan tahun.
India terus bersikeras pada haknya untuk membalas secara militer, sementara Pakistan mengancam akan membalas setiap gangguan terhadap pasokan air sebagai “tindakan perwar”. Minimnya mediator netral yang diterima kedua belah pihak juga memperumit upaya deeskalasi.
Dujarric menegaskan PBB siap mendukung proses perdamaian, tetapi solusi jangka panjang hanya mungkin tercapai jika India dan Pakistan bersedia duduk bersama. Sementara itu, dunia menunggu apakah seruan “pengekangan maksimum” ini akan mampu mencegah kedua negara melangkah lebih jauh ke jurang konflik.
(
Muhammad Adyatma Damardjati)