Revisi UU TNI Diminta Kedepankan Jaminan Kesejahteraan Prajurit

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid/MI/Andri

Revisi UU TNI Diminta Kedepankan Jaminan Kesejahteraan Prajurit

Fachri Audhia Hafiez • 17 July 2024 07:21

Jakarta: Revisi Undang-Undang Nomor 34 tentang TNI disorot. Sebab, tak fokus menunjang kesejahteraan prajurit, sebagai isu utama yang mesti diemban dalam perubahan beleid.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid membeberkan urgensi revisi UU TNI. Mewakili Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, Usman melihat mestinya memastikan kesejahteraan prajurit jadi isu utama revisi UU TNI.

"Bukan dengan memberikan ruang prajurit TNI untuk berbisnis. Praktik ini terbukti menyebabkan profesionalisme prajurit menjadi rusak seperti era Orde Baru," kata Usman dalam keterangan yang dikutip Selasa, 16 Juli 2024.

Selain itu, Usman menegaskan alokasi dana militer harus diperjelas melalui revisi. Sehingga, dapat disokong alat utama sistem pertahanan (alutsista) yang memadai.
 

Baca: Panglima Minta Masyarakat Berfikir Positif Sikapi Revisi UU TNI

"Harus jelas alokasi anggaran pertahanannya untuk memastikan alutsista yang modern dan kesejahteraan prajurit," kata dia.

Di sisi lain, Ketua YLBHI M Isnur menyoroti usulan penghapusan larangan prajurit berbisnis dalam revisi UU TNI. Sebab, dapat diartikan menghapus profesionalisme TNI.

"Kami memandang usulan Kababinkum TNI tersebut merupakan pandangan keliru serta mencerminkan kemunduran upaya reformasi tubuh TNI," kata Isnur.

Usulan itu disampaikan Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI, Laksda Kresno Buntoro, dalam keterangannya di forum “Dengar Pendapat Publik RUU TNI/Polri pada 11 Juli 2024. Laksa Kresno mengusulkan penghapusan larangan prajurit TNI terlibat dalam bisnis, sebagaimana diatur dalam Pasal 39 huruf c Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Menurut Isnur, prajurit dididik, dilatih, dan disiapkan untuk perang, sesuai hakikat mereka. Sehingga, tak ada urgensi bagi TNI untuk terlibat dalam bisnis.

"Militer tidak dibangun untuk kegiatan bisnis dan politik karena hal itu akan mengganggu profesionalismenya dan menurunkan kebanggaan sebagai seorang prajurit, yang akan berdampak pada disorientasi tugasnya dalam menjaga kedaulatan negara," kata Isnur.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(M Sholahadhin Azhar)