Kabinet Miliarder Donald Trump: Simbol Kesuksesan atau Konflik Kepentingan?

Elon Musk menjadi salah satu miliarder dalam tim transisi pemerintahan Donald Trump. (Anadolu Agency)

Kabinet Miliarder Donald Trump: Simbol Kesuksesan atau Konflik Kepentingan?

Willy Haryono • 11 December 2024 18:50

Washington: Donald Trump bersiap menjadi Presiden Amerika Serikat tertua yang akan dilantik di usia 78 tahun 7 bulan pada 20 Januari mendatang. Tidak hanya mencetak rekor usia, Trump juga menjadi presiden terkaya dalam sejarah, dengan nilai kekayaan bersih mencapai antara US$5,5 miliar hingga US$6 miliar. 

Kabinet dan tim transisinya, yang mencakup miliarder terkenal seperti Elon Musk, kini menjadi yang terkaya dalam sejarah pemerintahan AS.

Kabinet ini mencakup hampir selusin miliarder, dengan total nilai kekayaan gabungan lebih dari USD313 miliar, menurut laporan Americans for Tax Fairness pada November lalu. Salah satu anggotanya, Elon Musk, yang juga dinobatkan sebagai orang terkaya di dunia, memiliki kekayaan bersih sekitar USD345 miliar.

Melansir dari The Straits Times, Rabu 11 Desember 2024, rekor ini jauh melampaui total kekayaan kabinet pertama Trump pada 2017, yang tercatat sebesar USD6,2 miliar. Sebagai perbandingan, ketika Presiden Joe Biden menjabat pada 2021, timnya yang mayoritas hanya terdiri dari "jutawan biasa" memiliki total kekayaan sebesar US$118 juta. 

Biden sendiri, dengan kekayaan bersih USD8 juta, memperoleh pendapatannya dari penjualan buku dan honor berbicara, sementara Wakil Presiden Kamala Harris, yang memiliki kekayaan sekitar USD7 juta, sebagian besar berkat suaminya yang merupakan pengacara sukses.

Jurang Kekayaan dan Isu Kebijakan

Kesenjangan kekayaan antara Trump dan rakyatnya mencolok. Berdasarkan laporan Federal Reserve Oktober 2023, kekayaan rata-rata rumah tangga Amerika mencapai USD1,06 juta, tetapi median kekayaan, yang lebih mencerminkan kondisi warga sehari-hari hanya sebesar USD192.700.

Hal ini memunculkan kekhawatiran, terutama dari Partai Demokrat, yang dalam pernyataan resminya pada 9 Desember lalu menuduh Trump mengisi kabinetnya dengan miliarder yang "tidak memahami kebutuhan rakyat". 

Partai tersebut menyoroti prioritas Trump yang dianggap lebih menguntungkan kalangan kaya, seperti memperpanjang pemotongan pajak 2017 yang dinilai lebih berpihak pada perusahaan besar dan individu berpenghasilan tinggi, serta deregulasi yang menjadi kepentingan utama bisnis besar di Amerika.

Respons Pemilih dan Potensi Konflik Kepentingan

Meskipun kritik ini cukup tajam, para pendukung Trump justru melihat kekayaannya sebagai simbol kesuksesan. Mereka berharap pendekatan pro-bisnis yang diusung Trump akan menciptakan kemakmuran yang nantinya juga mengalir ke kalangan menengah ke bawah.

Namun, kehadiran miliarder dalam kabinet juga memunculkan risiko konflik kepentingan yang nyata. Para ahli etika memperingatkan bahwa pejabat dengan kepemilikan bisnis besar dapat tergoda untuk memprioritaskan kepentingan pribadi, seperti dalam pengadaan kontrak pemerintah atau pengecualian tarif. 

Bahkan jika pejabat tersebut melepaskan asetnya atau memasukkannya ke dalam blind trust, risiko tersebut tetap sulit untuk sepenuhnya dihindari.

Dengan kebijakan-kebijakan yang dirancang oleh para miliarder untuk kalangan elite, tantangan besar menanti Trump untuk membuktikan bahwa pemerintahannya mampu membawa manfaat nyata bagi rakyat Amerika secara luas. (Muhammad Reyhansyah)

Baca juga:  Trump Tunjuk Elon Musk Pimpin Departemen Baru, Ini Tugasnya

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)