Kulonprogo: Musim panen padi masa tanam 1 tahun 2025 telah tiba, namun petani justru menghadapi tantangan besar dengan anjloknya harga gabah yang berada di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Kementerian Pertanian pun mendesak Perum Bulog untuk segera menyerap hasil panen petani agar harga gabah dapat stabil sesuai dengan ketetapan pemerintah.
Sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta, telah memasuki masa panen padi di awal Januari ini. Sayangnya, alih-alih menjadi momen bahagia, musim panen kali ini justru membawa keresahan bagi para petani akibat rendahnya harga gabah di tingkat petani.
Saat ini, harga gabah di Kulon Progo berkisar antara Rp5.500 hingga Rp5.800 per kilogram, jauh di bawah HPP yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp6.500 per kilogram untuk Gabah Kering Panen (GKP). Bahkan, tidak sedikit petani yang terpaksa menjual gabah mereka kepada tengkulak dengan harga lebih rendah, yaitu Rp5.100 per kilogram, yang menyebabkan potensi kerugian pendapatan yang cukup besar.
Ketua Kelompok Tani Ngudi Makmur, Yudi, mengungkapkan bahwa petani mengalami kerugian signifikan akibat harga gabah yang anjlok.
"Kita jual cuma Rp5.100, kan kita rugi Rp1.400 per kilogram. Kalau tadi informasinya bisa diserap Bulog, ya harapannya begitu. Selama ini kebanyakan malah ke tengkulak," ujar Yudi dikutip dari
Headline News Metro TV pada Rabu, 22 Januari 2025.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menyayangkan kondisi ini dan menegaskan bahwa harga gabah di tingkat petani seharusnya sesuai dengan HPP. Ia menyebut bahwa pada musim panen masa tanam 1 tahun 2025 ini, target panen nasional mencapai 25 juta ton. Jika rata-rata selisih harga gabah di tingkat petani dengan HPP adalah Rp1.000 per kilogram, maka petani bisa kehilangan potensi pendapatan hingga Rp25 triliun secara nasional.
Amran juga menyoroti kendala dalam penyerapan gabah oleh Bulog yang seharusnya bertindak cepat untuk membeli gabah petani dengan harga HPP. Menurutnya, kondisi ini menciptakan paradoks di mana panen yang seharusnya membawa kesejahteraan justru menjadi sumber keresahan bagi petani.
(Tamara Sanny)