Panji Gumilang, pemilik Pondok Pesantren Al Zaytun absen pemeriksaan sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan penistaan agama hari ini. Panji minta pemeriksaan ditunda pekan depan.
"Kuasa hukum saudara PG meminta pelaksanaan pemeriksaan dilaksanakan pada Kamis, 3 Agustus 2023," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan dalam konferensi pers daring, Kamis, 27 Juli 2023.
Ramadhan mengatakan sedianya Panji diperiksa sebagai saksi di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pukul 10.00 WIB. Kemudian, kuasa hukum Panji menyampaikan informasi ke penyidik bahwa kliennya tidak bisa memenuhi panggilan pemeriksaan.
"Diperoleh informasi dari kuasa hukum saudara PG bahwa yang bersangkutan tidak dapat hadir diperiksa sebagai saksi dengan alasan dalam kondisi sakit dan disertakan surat keterangan dokter," ungkap jenderal bintang satu itu.
Panji Gumilang diperiksa pertama kali pada Senin, 3 Juli 2023. Pemeriksaan itu dalam tahap klarifikasi, karena kasus masih dalam tahap penyelidikan.
Usai memeriksa Panji, penyidik Dittipidum Bareskrim Polri menggelar perkara dan menemukan perbuatan pidana. Yakni ada dugaan perbuatan penistaan agama yang dilakukan Panji.
Kini, kasusnya telah naik ke tahap penyidikan. Total ada 50 saksi diperiksa dalam proses penyidikan 30 saksi dan 20 saksi ahli. Polisi juga telah mengantongi hasil uji bukti di Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri dan mengantongi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Setelah memeriksa Panji, penyidik akan menggelar perkara. Ekspose itu untuk melihat kelengkapan bukti untuk penetapan sebagai tersangka.
Bareskrim Polri mengantongi tiga unsur pidana yang diduga dilakukan Panji Gumilang setelah gelar perkara dalam tahap penyelidikan. Pertama, Pasal 156 A KUHP tentang Penistaan Agama. Kedua, Pasal 45A ayat (2) Jo 28 ayat 2 Indang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Beleid itu berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Ketiga, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur terkait berita bohong. Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.