Meski pengecer sudah bisa kembali menjual gas elpiji 3 kilogram (kg) namun antrean pembeli masih terjadi di sejumlah pangkalan gas elpiji. Warga mengatakan masih sulit menemukan gas elpiji di warung maupun pengecer.
Antrean warga terlihat di salah satu pangkalan di Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten. Warga harus ke pangkalan karena di beberapa pengecer tabung gas 3 kg masih belum tersedia dan masih sulit didapat.
Warga yang mengantre di pangkalan umumnya adalah para pelaku usaha mikro kecil dan menengah atau UMKM.
Sementara itu antrean di pangkalan gas elpiji juga terjadi di salah satu pangkalan gas di Bandung, Jawa Barat. Penjual tingkat pangkalan menyebut sempat merasa kewalahan dengan antrean warga yang membeli gas subsidi.
Mereka berharap distribusi ke tingkat pengecer akan kembali normal sehingga tidak terjadi lagi antrean panjang di pangkalan gas elpiji.
Terkini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia melakukan inspeksi mendadak di sejumlah pangkalan.
Bahlil mengungkap pihaknya dengan Pertamina telah melakukan rapat pada Selasa, 4 Februari 2025, malam.
"Dari kemarin kami melakukan evaluasi sampai dengan tengah malam rapat koordinasi dengan Pertamina, aparat TNI-Polri, atas kajian mendalam dari apa yang dilakukan penerapan aturan dari ESDM dan Pertamina, tujuannya ini adalah untuk melakukan penataan terhadap proses penjualan elpiji," ungkap Bahlil dalam keterangannya.
"Saya jujur mengatakan subsidi elpiji kita selama 1 tahun adalah Rp87 triliun. Harga di tingkat masyarakat harusnya per kilogram tidak lebih dari Rp5.000. Artinya satu tabung itu harusnya cuman Rp15 ribu. Karena subsidi negara per tabung itu Rp36 ribu," jelasnya.
"Laporan yang masuk bahwa ada elpiji 3 kg yang dijual di tingkat masyarakat sampai dengan Rp25 ribu. Artinya subsidi kita berpotensi besar untuk tidak tepat sasaran. Kita tata agar belinya di pangkalan karena mereka mensuplai dari Pertamina langsung ke agen-agen," tuturnya.
"Pangkalan ini masih bisa kita kontrol. Siapa yang membeli, harganya berapa, tadi di sini misalnya Rp16 ribu berarti naik Rp1.000. Kalau dari pangkalan ke pengencer ini yang tidak bisa kita kontrol. Bahkan ada sebagian yang dioplos untuk dijual ke industri. Masa barang subsidi dijual ke industri?" katanya.