24 September 2025 08:13
Pidato Presiden Prabowo Subianto di KTT PBB, Senin (22/9) di New York, Amerika Serikat, punya makna penting dan strategis, kendati itu bukanlah sikap baru. Pidato itu memberi dorongan lebih progresif terhadap momentum bertambahnya dukungan dunia terhadap eksistensi negara Palestina.
Penekanan Presiden Prabowo terhadap solusi dua negara atau two state solution mengingatkan kepada dunia bahwa pengakuan terhadap sebuah negara, juga harus disertai dengan dukungan terhadap seluruh eksistensi dan kedaulatannya. Untuk Palestina, itu hanya bisa terwujud lewat perdamaian dengan Israel, yang artinya lewat solusi dua negara.
Itulah penegasan dan makna penting dari Presiden Prabowo. Dalam pidato tersebut, Presiden juga kembali menegaskan komitmen Indonesia terhadap solusi dua negara itu. Indonesia yang telah dikenal sebagai pendukung setia kemerdekaan Palestina, bersedia mengakui Israel hanya jika Israel mengakui Palestina sebagai negara berdaulat. “Begitu Israel mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Palestina, Indonesia juga akan segera mengakui negara Israel dan mendukung terjaminnya keamanan Israel,” tegas Prabowo dalam pidatonya.
Pernyataan yang sama juga sudah Prabowo sampaikan di hadapan Presiden Prancis Emmanuel Macron saat berkunjung ke Indonesia, Mei lalu. Bahkan, melongok pada sejarah, Indonesia pun telah mendukung two-state solution itu bersamaan dengan pengakuan atas kemerdekaan Palestina yang dideklarasikan pada 1988.
Mengakui kemerdekaan Palestina dan mendukung two-state solution sejatinya ibarat dua sisi mata uang yang sama. Terlebih lagi, konsep solusi dua negara sejatinya telah diterima oleh otoritas Palestina sejak KTT Liga Arab pada 1982. Hal itu menunjukkan bahwa para pemimpin Palestina pun menyadari perdamaian hanya dapat terwujud jika mereka mau hidup berdampingan, dan tentunya sama berdaulat, dengan Israel. Dengan begitu, mendukung konsep two-state solution berarti juga menghormati keinginan Palestina sejak lama.
Kita tidak menutup mata bahwa polling terbaru justru menunjukkan penurunan jumlah rakyat Palestina maupun Israel yang menginginkan two-state solution. Pada polling 2013, 70% warga Palestina di Tepi Barat dan 48% warga Palestina di Gaza, juga 52% warga Israel, mendukung two-state solution itu. Namun, pada polling 2021, tinggal 39% warga Palestina yang mendukung solusi itu, sedangkan jumlah warga Israel yang menginginkan itu tidak diketahui.
Tingkat dukungan warga Palestina yang semakin menurun terhadap two-state solution itulah yang semestinya ikut menjadi perhatian dalam momentum meningkatnya pengakuan terhadap Palestina. Akhir pekan lalu, Inggris, Kanada, Prancis, dan Australia ikut dalam barisa negara yang mengakui eksistensi negara Palestina.
Pengakuan dari Inggris, Kanada, dan Prancis memberi pesan besar pada dunia. Sebagai negara anggota G7 yang berperan krusial pada ekonomi dunia, langkah diplomatik negara-negara itu tentunya juga akan berpengaruh pada segala kebijakan dan hubungan internasional mereka.
Pengakuan dari empat negara itu pun membuat Palestina kini telah mengantongi 75% suara dari total 193 negara anggota PBB. Meski AS sebagai sekutu terkuat dan paling setia Israel masih bergeming, perubahan konstelasi di G7 nyata-nyata membuat gelombang suara kesadaran mengakui Palestina di dalam negeri negara-negara itu menguat. Di Jerman dan Italia, tekanan masyarakat untuk pengakuan Palestina makin besar.
Kondisi itulah yang juga harus dapat dipahami para pendukung setia Palestina. Negara-negara pendukung Palestina semestinya juga menunjukkan pada dunia bahwa bukan saja kepentingan Palestina yang diperjuangkan, namun perdamaian hakiki. Keamanan Israel sesungguhnya juga akan terwujud jika Palestina diakui. Dan, Indonesia telah termasuk terdepan, dalam memahami dan memperjuangkan itu.
Jalan menuju solusi dua negara memang kian disambut secara nyata. Namun, tidak berarti jalan itu sudah lempang. Israel yang masih keras kepala serta dukungan Amerika Serikat atas kekeras kepalaan Israel ialah jalan terjal yang mesti ditaklukkan. Pidato Presiden Prabowo dan sejumlah kepala negara lainnya di sidang PBB itu jelas bukan akhir perjuangan mengikhtiarkan berdirinya dua negara. Pidato-pidato itu masih membutuhkan kerja keras diplomasi yang berkelanjutan dan konkret, sampai benar-benar terwujud kemerdekaan bagi Palestina dan terwujudnya perdamaian abadi dan tatanan dunia yang adil dan bermartabat.