Zein Zahiratul Fauziyyah • 11 September 2025 11:40
Jakarta: Tan Malaka merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesia yang kerap terlupakan. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 yang ditandatangani Presiden Soekarno pada 28 Maret 1963, ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Meski dikenal sebagai aktivis kiri, Tan Malaka memiliki peran besar dalam perjalanan bangsa hingga dijuluki “Bapak Republik Indonesia.”
Awal Kehidupan dan Pendidikan
Tan Malaka lahir dengan nama asli Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka pada 2 Juni 1897 di Nagari Pandam Gadang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Ia berasal dari keluarga Rasad Caniago dan Sinah Sinabur. Gelar adat Datoek Tan Malaka baru diperolehnya pada tahun 1913 melalui
upacara adat.
Sejak muda, Tan Malaka sudah menempuh pendidikan formal. Ia bersekolah di
Inlandsche Kweekschool voor Onderwijzers di Bukittinggi dan lulus pada 1913. Pendidikan lanjutannya ditempuh di
Rijkskweekschool, Haarlem, Belanda. Selama di Eropa, ia terpapar ide-ide sosialisme dan
komunisme, terutama setelah Revolusi Rusia 1917. Ia mendalami pemikiran tokoh-tokoh seperti Karl Marx, Friedrich Engels, dan Vladimir Lenin, yang kelak memengaruhi pandangan politiknya.
Aktivitas Politik dan Perjuangan
Sekembalinya dari Belanda, Tan Malaka mengajar anak-anak buruh perkebunan tembakau di Deli, Sumatra Timur. Dari pengalaman itu, ia melihat ketimpangan sosial yang memunculkan sikap kritis sekaligus
radikal. Selain mengajar, ia menulis artikel-artikel tentang ketidakadilan antara pemilik dan pekerja.
Pada 1921, Tan Malaka pindah ke Jawa dan sempat menjadi anggota Volksraad, meski hanya bertahan setahun. Setelah itu, ia bergabung dengan Sarekat Islam dan kemudian diminta masuk ke
Partai Komunis Indonesia (PKI). Di Semarang, ia mendirikan sekolah rakyat bernama Sekolah Sarekat Islam.
Karier politiknya berkembang pesat. Pada Desember 1921, ia terpilih menjadi ketua PKI, menggantikan Semaun. Namun, gaya kepemimpinannya yang radikal membuatnya kerap berhadapan dengan
pemerintah kolonial. Pada Februari 1922, ia ditangkap dan diasingkan ke Kupang, lalu dipindahkan ke Belanda.
Dalam pengasingan,
Tan Malaka berpindah-pindah ke berbagai negara, termasuk Thailand, Tiongkok, Hong Kong, dan Singapura dengan beragam nama samaran. Barulah pada 1942, ia kembali ke Indonesia.
Peran dalam Revolusi Indonesia
Pada Januari 1946, Tan Malaka mendirikan Persatuan Perjuangan, sebuah koalisi yang mendapat dukungan luas dari rakyat dan tentara republik. Namun, karena perbedaan pandangan dengan pemerintah, ia sempat dipenjara pada tahun yang sama.
Dua tahun kemudian, usai pemberontakan
PKI Madiun, ia dibebaskan. Tan Malaka lalu berupaya mendirikan Partai Murba, meski kurang berhasil menarik simpati massa. Perjalanan hidupnya berakhir tragis pada 1949 ketika ia ditangkap dan dieksekusi di Kediri.
Selama puluhan tahun, keberadaan makamnya tidak diketahui. Peneliti Belanda, Herry Poeze, kemudian menemukan makamnya di kaki Gunung Wilis, Desa Selopanggung, Kediri. Pada 16 Februari 2017, jasadnya dipindahkan ke tanah kelahirannya di Nagari Pandam Gadang, Sumatra Barat.
Sobat
MTVN Lens, selain sebagai pejuang, Tan Malaka juga seorang pemikir dan penulis produktif. Salah satu karyanya yang terkenal adalah buku “Dari Penjara ke Penjara”, yang menjadi rujukan banyak akademisi dalam memahami ide-idenya. Pandangan Tan Malaka tentang perjuangan rakyat, kemerdekaan, dan revolusi menempatkannya sebagai sosok visioner dalam sejarah bangsa.
Tan Malaka adalah pahlawan nasional yang kiprah dan pemikirannya sering kali dilupakan dalam narasi besar sejarah Indonesia. Namun, perjuangan dan dedikasinya tetap menjadi bagian penting dari fondasi republik ini.
Jangan lupa saksikan
MTVN Lens lainnya hanya di Metrotvnews.com.