Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi lagi-lagi mengungkapkan rencana kebijakan yang berpotensi menuai pro kontra. Kali ini terkait dengan kebijakan syarat peserta penerima bantuan sosial. Di mana Dedi Mulyadi meminta keluarga miskin untuk berhenti membuat anak yang banyak atau para suaminya nanti harus mau divasektomi, jika ingin mendapat bantuan sosial.
Keterangan itu ia katakan dalam rapat koordinasi bidang Kesejahteraan Rakyat bertajuk "Gawe Rancage Pak Kades Jeung Pak Lurah" di Gedung Pusdai Jawa Barat pada Senin, 28 April lalu.
Orang nomor 1 di Jawa Barat ini berencana mewajibkan peserta penerima bantuan sosial di Jawa Barat untuk jadi bagian dari program Keluarga Berencana (KB), terutama KB pria vasektomi.
Dedi Mulyadi berpendapat bahwa keluarga miskin yang memiliki banyak anak cenderung membebani anggaran negara melalui berbagai bantuan seperti beasiswa, bantuan kesehatan, dan bantuan sosial lainnya. Dengan mewajibkan vasektomi bagi pria penerima bansos, ia berharap dapat mengendalikan pertumbuhan penduduk dan meringankan beban negara.
Pria yang akrab disapa KDM ini juga menekankan bahwa langkah ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin dan mengurangi beban reproduksi pada perempuan.
"Saya selalu menuntut orang yang saya bantu KB dulu. Dan yang harus hari ini dikejar yang KB harus laki-laki," tegas KDM.
Di kalangan masyarakat pernyataan Dedi itu menimbulkan berbagai macam tanggapan. Ada yang tidak setuju, tapi ada juga yang setuju.
"Soal KB pria itu ada bagusnya, Pak. Tapi tolong perhatikan juga yang belum punya anak gitu. Masa kita tujuan nikah itu kan punya anak, terus harus pas mau menerima bantuan harus di KB pria, kan itu enggak adil, namanya. Jadi tolong perhatikan juga yang belum punya anak," ungkap salah seorang warga, Unang.
Sementara itu, Ketua DPRD Jawa Barat, Ono Surono menilai kebijakan tersebut melampaui kewenangan Dedi Mulyadi sebagai gubernur. Sebab bantuan sosial dan penyalurannya merupakan kewenangan pusat.
"Gubernur tidak bisa memaksakan regulasi apapun apabila bertentangan dengan Undang-Undang. Karena pada saat peserta KB pun dipaksakan, maka akan melanggar hak asasi manusia yang pelakunya akan dijerat oleh pasal-pasal yang khusus yang berkaitan dengan hak asasi manusia," jelas Ono.
Menteri Sosial, Saifullah Yusuf merespons usulan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi dengan menjawab diplomatis. Gus Ipul menyebut hal tersebut merupakan usulan yang baik, namun harus dipelajari terlebih dahulu.
"Itu ide baik untuk KB, Keluarga Berencana, itu baik. Tapi kami masih memerlukan waktu saat mempelajari, karena penyaluran itu ada proses yang harus kita lalui," jelas Gus Ipul.
Rapat pada 28 April itu ternyata dihadiri oleh Menteri Kesehatan Budi Guna Sadikin. Namun ketika ditanya tanggapannya, Menkes hanya tersenyum. Dia malah menjawab bahwa Dedi Mulyadi memang populer.
Memang Dedi Mulyadi sangat populer terutama di media sosial. Selain menjabat sebagai gubernur, Dedi Mulyadi juga dikenal sebagai content creator. Kanal YouTube-nya yang bernama Kang Dedi Mulyadi Channel tercatat
memiliki subscriber sangat banyak, yakni 6,9 juta. Jumlah konten yang sudah di-upload mencapai 4.200-an konten.
Ketua DPRD Jawa Barat, Ono Surono menyebut yang dikejar dari pernyataan Dedi itu adalah viral. Karena hal serupa terjadi pada langkah Dedi Mulyadi sebelumnya.
Misalnya siswa nakal dimasukkan barak militer, itu belum jadi kebijakan resmi dan sejauh ini yang didorong baru di Purwakarta. Sebelumnya soal penertiban bangunan di area Puncak juga belum menjadi kebijakan menyeluruh. Karena itu, Ono Surono meyakini pernyataan soal KB pria kali ini juga yang dikejar adalah viral saja.
Lepas dari kontroversi yang muncul dan potensi pelanggaran terhadap aturan yang lebih tinggi, pernyataan kontroversial Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi memang membuat namanya semakin populer.
Dan di Indonesia, popularitas itu kerap kali berbanding lurus dengan penerimaan publik. Dan penerimaan publik itu sangat penting artinya dalam percaturan politik.