Hak bersuara atau hak berpendapat di Tanah Air kini dipertanyakan usai insiden diturunkannya tulisan opini di sebuah portal online Detik yang berjudul 'Jenderal di Jabatan Sipil di Mana Merit ASN?'. Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak memastikan tidak ada prajurit TNI yang mengintimidasi penulis.
Publik Tanah Air dikejutkan dengan penurunan atau take down artikel 'Jenderal di Jabatan Sipil di Mana Merit ASN?' di portal online Detik. Pihak ortal online menyebut penurunan tulisan opini tersebut dilakukan atas permintaan penulisnya yang mengaku mendapatkan intimidasi dari orang yang tak dikenal setelah opininya dimuat.
Penurunan artikel tersebut pun memunculkan pertanyaan, apakah masih ada kebebasan berpendapat atau kebebasan bersuara di Tanah Air?.
Menghadapi pencabutan tulisan opini tersebut, Dewan Pers menghormati kebijakan redaksi media termasuk untuk melakukan koreksi atau pencabutan berita dalam rangka menjaga akurasi, keberimbangan, dan memenuhi kepatuhan pada kode etik jurnalistik.
Meski demikian, Dewan Pers mengecam dugaan intimidasi terhadap penulis opini dan mendesak semua pihak menghormati serta menjaga ruang demokrasi dan melindungi suara kritis dari warga.
"Namun, setiap pencabutan berita harus disertai dengan penjelasan yang transparan kepada publik agar tidak menimbulkan spekulasi serta tetap menjaga akuntabilitas media," kata Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat.
Menyusul insiden penurunan tulisan opini tersebut, KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak memastikan pihaknya tidak terlibat. Ia juga menyilakan siapapun menulis opini dengan bebas.
"Intimidasi terhadap penulis opini itu di media opini Detik itu ada orang tidak dikenal. Itu mungkin mereka sendiri yang bikin cerita itu, mau sibuk begitu kan?," kata Maruli.
"Jadi tidak mungkin anggota TNI terlibat hal seperti itu. Aduh! Capek kita juga ngapain ngurusin kayak gituan. Udah kebanyakan kerjaan nih anggota kita, sudah ngurusin pertanian, sudah ini segala mau nulis-nulis opini-opini lagi, ya sudah biarin saja gitu ya," sambungnya.
Ia menegaskan bila pihak TNI terbukti memberikan intimidasi, maka akan segera mendapatkan evaluasi. "Silakan saja ya (menulis opini). Tapi buktikanlah kalau memang kita ada intervensi di kejaksaan. Kalau ada bukti kita ada perkembangan situasi terkesan bahwa kita memberi intimidasi. Intimidasi berarti langsung evaluasi. Silakan," kata dia.
Sementara itu, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan
Hasan Nasbi menyarankan agar intimidasi terhadap kebebasan berekspresi dan kebebasan berpendapat dilaporkan kepada aparat penegak hukum untuk mencegah
spekulasi. Hasan menegaskan perlindungan terhadap HAM menjadi prioritas Presiden Prabowo Subianto yang termuat pada Asta Cita pertama.
Hasan memastikan pemerintah konsisten menjalankan undang-undang tentang HAM dan kebebasan pers.
"Dari kita tulisan-tulisan opini selama ini pemerintah tidak punya masalah, tidak punya komplain dengan tulisan-tulisan opini. Bahkan kemarin teman mahasiswa yang terlalu bersemangat membuat meme kritik itu pun kemudian ditangguhkan dan dijamin oleh DPR untuk bisa dibebaskan karena pemerintah lebih menginginkan yang seperti itu dibina bukan bukan dihukum," kata Hasan.
"Kalau perlu tulisannya dinaikin lagi, enggak apa-apa," tambahnya.
Dugaan intimidasi terkait penurunan tulisan opini berjudul 'Jenderal di Jabatan Sipil, di Mana Merit ASN?' memicu kekhawatiran terhadap perlindungan hak warga untuk bersuara atau berpendapat. Pemerintah pun didesak untuk menangani kasus ini secara komprehensif sehingga iklim demokrasi di Tanah Air bisa terjaga dengan baik.