NEWSTICKER

Bedah Editorial MI: Akhir Duplikasi Nama Koalisi

N/A • 1 September 2023 08:30

Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) sebagai poros pendukung Prabowo Subianto dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 bermetamorfosa dan berubah menjadi Koalisi Indonesia Maju. 

Tanpa malu-malu, Prabowo mengakui pemilihan nama itu adalah copy paste dari koalisi yang memenangkan Joko Widodo dalam Pilpres 2019. Prabowo beserta parpol mitranya telah secara vulgar mereplikasi langkah Jokowi. 

Padahal, pada 2019, Prabowo memiliki riwayat sebagai kompetitor Jokowi. Saat itu, Prabowo yang berpasangan dengan Sandiaga Uno diusung oleh Koalisi Indonesia Adil Makmur. 

Perbedaan antara Prabowo dan Jokowi di kancah politik nasional juga berlangsung pada Pilpres 2014. Prabowo yang berpasangan dengan Hatta Rajasa diusung Koalisi Merah Putih. Adapun Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla diusung Koalisi Indonesia Hebat. Sejarah pemilu membuktikan Prabowo telah dua kali kalah menghadapi Jokowi. 

Untuk 2024, Prabowo telah berubah 180 derajat. Mantan Danjen Kopassus itu tidak lagi beradu argumen apalagi berlawanan dengan Jokowi. Prabowo di konteks kekinian telah mengakui kehebatan Jokowi.

Prabowo di konteks kekinian telah mengakui kehebatan Jokowi. Bagi Prabowo, mantan Wali Kota Solo itu ialah seorang patriot yang memikirkan rakyat dan bangsa Indonesia. Bahkan, dia mencitrakan diri rekat dengan Jokowi. "Kita ialah tim Jokowi, kita tidak malu-malu. Saya mengatakan saya bukan istilahnya orang yang watak untuk menjilat dan sebagainya." Itu kata Prabowo menjelang 2024.

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang sejak Agustus 2022 ikut mengusung Prabowo Subianto harus realistis. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Prabowo juga telah meneken deklarasi KKIR. Pada 13 Agustus, PAN dan Golkar bergabung. Hingga saat itu, tidak ada perubahan nama koalisi. Bahkan, Muhaimin menyambut bergabungnya kedua partai tersebut ke KKIR. 

Namun, saat di acara ulang tahun PAN pada 28 Agustus, Prabowo resmi mengumumkan perubahan KKIR menjadi Koalisi Indonesia Maju. Prabowo mengaku telah berembuk dengan mitra koalisi. Akan tetapi, Muhaimin justru mengaku baru tahu. Terbentuknya nama koalisi baru tersebut, bagi Muhaimin, juga menjadi tiang pancang runtuhnya KKIR. PKB seakan diabaikan. Padahal, PKB adalah mitra pendiri koalisi.  Wajar bila PKB kemudian mengambil langkah politik baru. Karena, mereka merasa menjadi korban ketiadaan fatsun politik. 

Perubahan nama dengan menyalin nama yang plek dengan pengusung pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin itu kemudian memunculkan beragam tafsir. Seperti, menampakkan sikap Prabowo yang tegak lurus dan loyal kepada Jokowi. 

Ada juga pandangan bahwa Prabowo miskin kreativitas sehingga hanya menduplikasi langgam Jokowi. Sehingga, seperti diungkapkan peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad, langkah Prabowo menduplikasi Jokowi justru akan menjadi bumerang. Sebab, citra Prabowo sebagai pemimpin tegas akan luruh dan memperlihatkan sosoknya sebagai pengikut buta Jokowi. Padahal, salah satu karakter Jokowi adalah orisinalitas.

Ada juga yang menafsirkan langkah duplikasi nama koalisi adalah usaha Prabowo berusaha mengklaim legitimasi sebagai kubu yang meneruskan pemerintahan Jokowi. Ujungnya adalah demi meraih simpati dan dukungan dari para loyalis Jokowi. 

Meskipun masa jabatan berakhir pada 2024, pengaruh Jokowi memang masih sangat berpengaruh. Berbagai survei telah mengungkapkan tingginya tingkat kepuasan publik terhadap kinerja maupun kepemimpinan Jokowi. 

Hanya saja, pendukung Jokowi diprediksi masih terpecah pada Pemilu 2024. Antara Prabowo dan Ganjar. 

Ganjar yang diusung PDIP juga masuk ke dalam kutub keberlanjutan pemerintahan Jokowi. Hanya saja, di kala Prabowo secara vulgar menonjolkan kesamaan dengan Jokowi, Ganjar mengaku bakal mengoreksi program Jokowi yang dianggap tidak tepat.

Sastrawan William Shakespeare pernah mengungkapkan apalah arti sebuah nama? Andai kata memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi. 

Langkah Prabowo dan pendukung mengubah nama koalisi tentunya tidak serta merta mengubah hasil pemilu. Duplikasi nama koalisi tentu tidak bisa membuat sosok Prabowo menjadi Jokowi. 

Jokowi pada 2014 dipandang sebagai sosok antitesa dari kepemimpinan gaya lama. Sosok pemimpin ndeso yang gemar blusukan mengadang kekuatan priayi. Bukan sebagai sosok yang gemar menduplikasi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Metrotvnews.com

(Sofia Zakiah)