11 February 2024 01:19
Civitas akademika sejumlah perguruan tinggi dan kelompok-kelompok gerakan mahasiswa makin terbuka mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai telah merusak kehidupan demokrasi di Indonesia.
Namun ditengah maraknya gerakan moral ini, sejumlah guru besar mengaku mendapat intimidasi agar tidak mengkritik pemerintah.
Kontroversi perilaku politik Presiden Jokowi yang menggemparkan publik menimbulkan penolakan dan perlawanan yang kian masif. Khususnya di kalangan civitas akademika di beberapa kampus di Tanah Air.
Sejak munculnya Petisi Bulaksumur dari Guru Besar Universitas Gadjah Mada, kritikan pedas dari kampus-kampus di penjuru Tanah Air terus mengalir.
Kini, puluhan guru besar dan mahasiswa dari Universitas Diponegoro, Semarang menyatakan indonesia dalam darurat demorkasi.
Pembacaan petisi bertajuk Indonesia Dalam Darurat Demokrasi berhubungan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pelanggaran etika dalam kehidupan berdemokrasi.
Di Madura, Jawa Timur, civitas akademika Universitas Trunojoyo mendesak Presiden bersikap netral di Pilpres 2024 dan tidak menyalahgunakan wewenang untuk mendukung salah satu paslon.
Di tengah kian gencarnya gelombang kritik dan petisi dari perguruan tinggi kepada Pemerintahan Joko Widodo, muncul dugaan terjadinya intimidasi terhadap sejumlah guru besar dan akademisi.
Rektor Unika Soegijapranata Semarang, Ferdinandus Hindarto misalnya. Ia mengaku mendapat intimidasi untuk tidak mengkritik pemerintahan Jokowi.
Maraknya kritik dan petisi dari kalangan intelektual terhadap geliat politik dan sikap Presiden Jokowi dinilai sejumlah pihak merupakan pertanda bahwa demokrasi di Indonesia sedang dalam keadaan darurat.
Kelompok-kelompok mahasiswa di sejumlah kota juga mulai turun ke jalan untuk mengkritik Pemerintahan Jokowi.