Tumpukan uang pecahan Rp100 ribu senilai Rp2 triliun memenuhi ruang konferensi pers Kejaksaan Agung. Pameran uang ini merupakan bagian dari pengungkapan kasus korupsi fasilitas ekspor minyak goreng.
Direktur Penuntutan Kejaksaan Agung, Sutikno, menjelaskan bahwa kasus ini melibatkan lima perusahaan di bawah Wilmar Group, yaitu:
- PT Multimas Nabati Asahan
- PT Multimas Nabati Sulawesi
- PT Sinar Alam Permai
- PT Wilmar Bioenergi Indonesia
- PT Wilmar Nabati Indonesia
Kelima korporasi tersebut sebelumnya telah diputus lepas dari segala tuntutan hukum oleh majelis hakim. Namun, penuntut umum mengajukan kasasi, dan hingga saat ini perkara tersebut masih dalam tahap pemeriksaan.
"Penuntut umum melakukan upaya hukum kasasi yang hingga saat ini perkaranya masih dalam tahap pemeriksaan," kata Sutikno, baru-baru ini.
Menurut Wilmar Group, uang triliunan rupiah yang diserahkan merupakan hasil konversi dari kerugian negara yang diduga timbul akibat praktik korupsi oleh kelima anak perusahaannya.
Adapun rincian dana dari masing-masing entitas sebagai berikut:
- PT Multimas Nabati Asahan: Rp3,99 triliun
- PT Multimas Nabati Sulawesi: Rp39,75 miliar
- PT Sinar Alam Permai: Rp483,96 miliar
- PT Wilmar Bioenergi Indonesia: Rp57,3 miliar
- PT Wilmar Nabati Indonesia: Rp7,3 triliun
Total dana yang terkumpul mencapai sekitar Rp11,8 triliun. Uang tersebut kini disimpan dalam Rekening Penampungan Lainnya (RPL) Jampidsus Kejaksaan Agung, dan baru akan disetorkan ke kas negara apabila perkara ekspor CPO yang menjerat Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group telah berkekuatan hukum tetap.
Jaksa Penuntut Umum menjadikan uang sitaan ini sebagai tambahan memori kasasi. Hal ini dilakukan agar menjadi bahan pertimbangan oleh hakim agung yang memeriksa kasasi.
Kasus suap ekspor CPO sendiri bermula saat Kejaksaan Agung mengungkap dugaan korupsi dalam proses persetujuan ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit oleh tiga grup besar, yaitu Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group pada periode 2021–2022.