14 July 2023 21:42
Di tengah kesibukan Komisi Pemilihan Umum dan peserta pemilu mengikuti tahapan Pemilu 2024, Badan Pengawas Pemilihan Umum RI (Bawaslu) menyampaikan usul nyeleneh bahkan mengerikan, yakni menunda agenda pemilihan kepala daerah serentak pada November 2024. Usulan menunda Pilkada Serentak untuk 37 provinsi dan 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia itu dikemukakan Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam rapat koordinasi kementerian dan lembaga negara yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden di Jakarta, Rabu (12/7).
Bawaslu beralasan bahwa Pilkada Serentak pada November 2024 akan berpotensi menghadapi sejumlah masalah besar. Pertama, pelaksanaan tahapan pilkada beririsan dengan pelaksanaan tahapan Pemilu 2024 karena pelantikan Presiden dan wakil presiden terpilih pada Oktober 2024. Pergantian tampuk kepemimpinan pemerintah pusat berpotensi menimbulkan kerawanan.
Alasan kedua, kata Bawaslu, potensi gangguan keamanan yang tinggi dalam gelaran Pilkada Serentak 2024. Masalahnya, aparat keamanan tidak bisa diperbantukan ke daerah yang sedang mengalami gangguan keamanan, karena aparat fokus menjaga daerah masing-masing yang juga sedang menggelar pilkada.
Usulan Bawaslu tentu mengada-ada dan harus ditolak. Karena usulan tersebut bukan ranahnya Bawaslu. Lagi pula usulan tersebut dipastikan tanpa kajian yang matang dan diskusi intensif dengan pembuat Undang-Undang, KPU dan Polri. Kalau pun sudah ada kajian yang matang, usulan tersebut seharusnya disampaikan sebelum penetapan jadwal tahapan Pemilu 2024. Alhasil, usulan itu hanya menganggu konsentrasi pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu.
Mengotak-atik agenda Pemilu bukan perkara mudah dan jangan menjadi kebiasaan. Pasalnya, jadwal Pilkada Serentak yang akan berlangsung pada 27 November 2024 sudah ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dalam UU itu disebutkan pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota di seluruh wilayah Indonesia dilaksanakan pada bulan tersebut.
Penundaan Pilkada Serentak sama saja sama saja dengan memperpanjang masa jabatan penjabat (pj) gubernur, bupati, dan wali kota. Akibatnya, masyarakat akan semakin lama dipimpin oleh orang yang tidak punya otoritas penuh membuat kebijakan. Status penjabat selain tidak memiliki legitimasi politik karena diangkat oleh pemerintah, bukan pemimpin yang dipilih oleh rakyat. Selain itu, kewenangan penjabat kepala daerah terbatas sehingga jalannya pemerintahan daerah juga tidak bisa lari sekencang kepala daerah definitif. Hal ini tentu saja berdampak pada pelayanan kepada masyarakat.
Bawaslu jangan merasa kekurangan pekerjaan sehingga cawe-cawe pada pekerjaan yang di luar ranahnya. Tugas, pokok, dan fungsi Bawaslu tidaklah mudah. Seharusnya lembaga pengawas pemilu fokus pada tupoksinya, seperti mengawasi setiap tahapan pemilu, mencegah dan menindak pelanggaran pemilu, mencegah politik uang, mengawasi netralitas aparatur sipil negara, TNI, dan Polri. Sukses tidaknya Pemilu 2024 salah satunya tergantung pada peran Bawaslu. Jika lembaga ini anggotanya tidak memiliki kompetensi dan integritas, maka alih-alih terwujud pemilu berkualitas, yang terjadi pemilu bakal semrawut, chaos, dan berpotensi konflik, baik vertikal atau pun horisontal.