Wacana relokasi warga Palestina dari Gaza diungkapkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dalam wawancara di atas pesawat kepresidenan Air Force One, bersamaan dengan pulangnya ribuan warga Gaza dari pengungsian.
"Saya ingin Mesir tampung mereka. Saya ingin Yordania tampung mereka. Ini sekitar 1,5 juta orang. Kita bersihkan saja seluruh wilayah itu," ungkap Trump yang dikutip dari VOA.
Presiden Trump menjelaskan kondisi Gaza yang hancur, sebagai alasannya mengusulkan relokasi yang mungkin jangka pendek atau untuk waktu lebih lama.
"(Gaza) praktis sebuah lokasi yang hancur, hampir semuanya luluh lantak dan orang berjatuhan mati. Saya lebih suka bila melibatkan Arab untuk merumahkan mereka di lokasi berbeda, agar mereka akhirnya bisa hidup damai," terangnya.
Mesir maupun Yordania telah menolak usulan relokasi warga Gaza. Demikian pula pemimpin Palestina.
Wacana relokasi warga Gaza, Palestina, ke Mesir dan Yordan ini muncul tak lama setelah laporan NBC News menyebutkan ada juga wacana dari tim transisi Pemerintahan Trump untuk memindahkan sebagian warga Gaza ke Indonesia. Pemerintah Indonesia pun telah membantah pernah membahas kemungkinan ini.
Analis mempertanyakan wacana relokasi ke negara tetangga maupun negara di luar kawasan, bilapun bersimpati dengan rakyat Palestina.
"Tak mungkin sama sekali bagi Mesir, Yordania bahkan Indonesia atau negara Arab atau muslim lain setuju untuk 'menampung' warga Palestina dari Gaza untuk waktu yang cukup lama," ungkap analis Middle East Institute, Eran Etzion.
Ada kekhawatiran wacana seperti ini bisa menyemangati faksi garis keras di Israel. "Kita telah melihat tokoh ekstrem kanan Israel seperti (Bezale) Smotrich dan lain-lain memanfaatkan pernyataan seperti ini yang sejalan dengan platform politik mereka sejak lama untuk pindahkan warga Palestina dari Gaza dan Tepi Barat ke Mesir dan Yordania," lanjutnya.
Perundingan fase kedua baru dimulai awal Februari dan dipastikan lebih alot, karena melibatkan pembebasan seluruh sandera dan penarikan seluruh pasukan Israel dari Gaza.