Pemimpin Hamas Gugur di Iran, Pengamat: Israel Sedang Terdesak

31 July 2024 23:59

Di tengah masih memanasnya ketegangan di Timur Tengah, konflik Gaza tiba-tiba dunia digemparkan dengan terbunuhnya pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh pada Rabu 31 Juli 2024. Haniyeh tewas bersama salah satu pengawalnya dalam sebuah serangan di wilayah Iran.

Media Iran menyebut Haniyeh berada di Teheran untuk menghadiri upacara presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian, yang dilaksanakan pada hari sebelumnya. Dalam pernyataan resminya Hamas menyebut tewasnya Haniyeh sebagai akibat dari penyerbuan berbahaya pihak Zionis terhadap kediaman Haniyeh di Teheran, Iran.

Penyebab kematian Ismail Haniyeh pun kini sedang diselidiki oleh pihak berwajib Iran. Meski Israel belum memberikan tanggapan atas tewasnya pemimpin Hamas tersebut, politisi Hamas menuding Israel lah yang telah melakukan pembunuhan terhadap orang penting kelompok tersebut.

Pengamat politik Timur Tengah, Dina Sulaeman menyebut berdasarkan rekam jejak aksi teror, dugaan kuat pasukan Mossad berada di balik pembunuhan Ismail Haniyeh.

"Kenapa? Karena memang Mossad juga punya track record panjang melakukan berbagai aksi teror pembunuhan kepada tokoh-tokoh politik Palestina," jelas Dina.

Terbunuhnya Ismail Haniyeh membuat kelompok perlawanan Hamas berduka dan mereka bersumpah akan membalas Israel. Tidak hanya Hamas, milisi penguasa Yaman Houthi dan kelompok senjata Lebanon Hizbullah juga mengutuk serangan Israel yang menewaskan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh di Teheran. 
 

Baca: Sejak 7 Oktober, 60 Anggota Keluarga Ismael Haniyeh Tewas Dibunuh Israel

Anggota Biro Politik Houthi, Muhammed Ali Al Huthi mengaku serangan yang menewaskan Ismail Haniyeh adalah sebagai tindakan teroris dan kriminal. Kematian Haniyeh terjadi tidak berselang lama setelah Israel melakukan serangan ke Lebanon, yang diklaim menewaskan komandan senior Hizbullah, Fuad Shukr. Tindakan ini semakin menguatkan tekad para pejuang Hizbullah untuk melawan Israel. 

Hamas, Hizbullah dan Houthi merupakan sekutu yang bergabung dalam poros yang disebut sebagai poros perlawanan. Ketiga aliansi ini terus melakukan perlawanan terhadap sikap Israel yang terus mencaplok tanah Palestina. Bahkan Hizbullah dan Houthi telah melontarkan serangan ke Israel untuk menekan Tel Aviv agar menghentikan serangan ke Gaza.

Para pemimpin kelompok kemerdekaan Palestina Hamas kerap menjadi target utama rezim Zionis Israel. Bahkan Israel telah membunuh sejumlah pemimpin Hamas dalam kurun waktu 20 tahun terakhir.

Pengamat politik Timur Tengah, Dina Sulaeman menegaskan adanya rentetan teror Israel yang tak hanya membombardir Palestina, namun juga menyerang Iran, adalah sebagai upaya Israel untuk memperluas perang sehingga menjadi perhatian dunia.

"Dia sekarang sedang dalam keadaan sangat terdesak di Gaza, lalu Israel akhirnya melakukan upaya dengan harapan perang bisa meluas, sehingga perhatian publik itu akan teralihkan dari Palestina. Sehingga isu yang paling menjadi konsen umat manusia hari ini adalah bagaimana agar genosida segera berhenti, bagaimana agar Israel segera menghentikan kejahatan kemananusiaannya di Gaza, itu akan teralihkan seandainya memang akan terjadi perang regional," jelas Dina.

Sosok Ismail Haniyeh dikenal berani dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Haniyeh terpilih sebagai Kepala Biro Politik Hamas pada 2017, menggantikan pemimpin sebelumnya, Khalid Misy'al. Haniyeh menjadi tokoh terkenal setelah menjadi Perdana Menteri Palestina pada 2006, setelah kemenangan Hamas dalam pemilihan parlemen. 

Haniyeh dikenal sebagai sosok yang pragmatis dan tinggal di pengasingan serta membagi waktunya antara Turki dan Qatar. Haniyeh juga menjaga hubungan baik dengan para pemimpin berbagai faksi di Palestina.

Haniyeh bergabung dengan Hamas pada 1987, ketika kelompok militan tersebut didirikan di tengah pecahnya intifada Palestina pertama atau pemberontakan terhadap pendudukan Israel. Sikapnya yang keras, membuat Haniyeh menjadi orang nomor satu yang paling dicari oleh Israel. 

Akibatnya tiga anaknya yakni Hazem, Amir, dan Muhammad tewas dalam serangan brutal Israel yang dilakukan bertepatan dengan hari raya Idulfitri, Rabu 10 Maret 2024 lalu, saat mereka mengunjungi kerabatnya di kamp pengungsi Al-Shati, Gaza Utara. Sementara itu dua cucu Haniyeh juga tewas dalam serangan tersebut.

Haniyeh sempat menegaskan jika serangan Israel terhadap keluarganya sebagai bukti kegagalan Israel dan tak akan mengubah posisi Hamas dalam perundingan gencatan senjata dengan Israel.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggie Meidyana)