16 August 2023 10:21
Tingkat kemiskinan Indonesia tercatat menurun, namun ironisnya ketimpangan antara si kaya dan si miskin justru meningkat. Bahkan, melampaui masa puncak pandemi covid-19. Rasio ketimpangan ini pun menjadi alarm keras bagi pemerintah untuk memastikan pemerataan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia.
Data terbaru yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menggambarkan suatu kemajuan yang patut disyukuri. Presentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan telah mengalami penurunan.
BPS mencatat jumlah angka kemiskinan di Indonesia pada Maret 2023 sebesar 25,9 juta orang atau sebesar 9,36?ri jumlah penduduk Indonesia. Jumlah ini berkurang 460 ribu orang dari September 2022.
Atqo Mardiyanto, Sekretaris Utama BPS menjelaskan angka kemiskinan yang menurun disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya berkurangnya jumlah pengangguran terbuka, tingkat inflasi yang semakin melandai, dan konsumsi masyarakat yang semakin tinggi.
Bantuan sosial melalui Program Keluarga Harapan dan bansos sembako juga berkontribusi atas berkurangnya jumlah penduduk miskin di Indonesia.
Ironisnya, meski jumlah orang kategori miskin berkurang. Namun, jurang ketimpangan antara si kaya dan si miskin justru semakin melebar.
Dari catatan BPS, tingkat ketimpangan berdasarkan gini rasio di desa dan perkotaan naik dari sebelumnya 0,381, kini meningkat ke 0,388. Ketimpangan terasa di perkotaan karena rasio gini yang naik dari 0,402 menjadi 0,409.
Kondisi ketimpangan per Maret 2023 itu tercatat sebagai yang terburuk dalam lima tahun terakhir. Pasalnya di Maret 2018, rasio gini sempat menyentuh 0,389. Lalu, trennya menurun.
Menurut BPS, ketimpangan meningkat karena laju pengeluaran kelompok terkaya meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok menegah ke bawah. Salah satu faktor pendorongnya adalah melejitnya konsumsi dari kelompok teratas setelah pandemi berlalu yang di dukung oleh dicabutnya pembatasan mobillitas.
Ketimpangan yang melebar menjadi indikasi pemerataan ekonomi yang belum merata. Apalagi, gelombang pemutusan hubungan kerja yang banyak dialami oleh warga kategori miskin dan rentan miskin pada saat pandemi covid-19 lalu tentunya turut menekan tingkat konsumsi kelompok masyarakat tersebut.