TNI Boleh Bisnis: Tentara Siaga Perang, Bukannya Berdagang!

18 July 2024 00:47

Usulan penghapusan larangan berbisnis prajurit TNI sebagaimana diatur dalam Pasal 39 huruf C dalam revisi Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 menuai polemik. 

Usulan yang disampaikan oleh Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksda Kresno Buntoro 11 Juli lalu, kini mendapat sorotan keras publik. Terutama kekhawatiran akan terganggunya profesionalisme TNI sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya menjaga pertahanan negara.

Koalisi Masyarakat Sipil yang juga ketua YLBHI, Muhammad Isnur menyatakan prajurit TNI dididik, dilatih dan disiapkan untuk perang sesuai hakikat tentara, sehingga tidak ada urgensi bagi TNI untuk terlibat dalam bisnis.

"Militer tidak dibangun untuk kegiatan bisnis dan politik karena hal itu akan mengganggu profesionalismenya dan menurunkan kebanggaan sebagai seorang prajurit, yang akan berdampak pada disorientasi tugasnya dalam menjaga kedaulatan negara," kata Isnur.

Namun Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal TNI Maruli Simanjuntak meyakini penghapusan pasal ini tidak akan menjadi masalah. Maruli menegaskan pemaknaan berbisnis adalah sah, bila dilakukan prajurit di luar jam dinas.

“Kalau kita berbisnis, kata-kata bisnis itu bagaimana? Kalau kita buka warung, apak kita berbisnis tuh (namanya)? Kalau jual beli motor? Kalau belinya benar, tidak menggunakan kekuatan? Bisnis ya bisnis. Asalkan, misal saya mengambil alih (bisnis) menggunakan kekuatan. Itu tidak boleh,” kata Maruli di Markas Besar TNI-AD, Jakarta.
 

Baca Juga: Revisi UU TNI Diminta Kedepankan Jaminan Kesejahteraan Prajurit

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyebut usulan penghapusan TNI berbisnis, bukan hanya berdampak pada profesionalitas TNI. Pasalnya jika larangan berbisnis prajurit TNI dihapus, maka bukan tidak mungkin akan berpengaruh pada lemahnya usaha militer menjaga pertahanan negara. 

Usman menegaskan urgensi revisi Undang-Undang TNI bukan dengan mencabut larangan berbisnis prajurit, namun untuk memastikan kesejahteraan seluruh anggota TNI terjamin dengan anggaran negara.

Hal senada juga disuarakan oleh pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi yang menyatakan lebih baik secara organisasi maupun individu prajuritnya, TNI tetap fokus untuk mempertahankan dan melindungi keutuhan negara, bukan berbisnis. Fahmi mensinyalir adanya potensi korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, jika TNI terlibat langsung dalam pengelolaan bisnis.

Pasca reformasi TNI yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2024 tentang TNI pada  Pasal 76 disebutkan bahwa TNI dilarang melakukan kegiatan bisnis secara langsung. Usaha yang diizinkan untuk mengelola setiap kegiatan komersial yang dimiliki TNI, hanyalah melalui koperasi atau yayasan.

Namun kenyataannya sudah menjadi rahasia umum, banyak oknum prajurit TNI yang berbisnis baik dalam jasa pengamanan kepada perusahaan atau pengusaha. Bahkan dalam beberapa kasus banyak oknum TNI yang diduga menjadi beking kegiatan perusahaan pertambangan.

Tak bisa dipungkiri, tingginya biaya hidup di masa kini membuat semua pihak harus menyesuaikan. Tak terkecuali para aparat TNI dan Polri. Namun yang perlu diingat tupoksi prajurit TNI adalah menjaga dan melindungi keutuhan negara, baik dengan siaga maupun perang, bukan justru untuk berdagang.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggie Meidyana)
tni