Kita hidup di negeri yang langitnya bisa berubah dalam hitungan menit. Negeri yang lautnya indah, tapi bisa bergejolak. Negeri yang penuh potensi, namun juga penuh resiko.
Di tengah ketidakpastian itu, ada mereka yang memilih berjaga. Bukan untuk kemewahan, bukan untuk ketenaran, tapi untuk satu hal, yaitu keselamatan.
Sosok-sosok ini memiliki peran penting dalam mengabdikan diri untuk menjaga keselamatan kita dari berbagai ancaman bencana alam yang kapan saja bisa terjadi. Siapa saja mereka?
Pepen Supendi
Semua bermula dari mimpi sederhana. Dari desa kecil, ia kini bicara di forum dunia. Tapi hatinya tetap di Tanah Air. Pada sirine yang harus menyala lebih cepat, pada nyawa yang harus diselamatkan.
"Saya Pepen Supendi. Saat ini saya bekerja di Direktorat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG. Bidang keahlian saya di Sesmologi Gempa Bumi. Pengalaman saya selama di Cambridge, saya merasa bahwa data lokal yang kita anggap biasa itu, yang kita bisa temukan sehari-hari di lingkup pekerjaan kita, itu jika dikerjakan secara serius, jika dianalisis secara mendalam itu bisa berkontribusi untuk global," kata Pepen, dikutip dari tayangan
Metro Hari Ini,
Metro TV, Jumat, 15 Agustus 2025.
Bagi Pepen, menganalisis gempa dengan tepat bukan semata-mata karena sebuah tugas. Namun, ini adalah sebuah misi karena data yang akurat bisa menyelamatkan banyak nyawa.
Yesi Ratnasari
Cinta pada negeri tak selalu terlihat. Ada yang bekerja dalam diam di ruang sempit penuh tekanan menjaga langit dari balik layar. Satu keputusan dan satu data bisa menyelamatkan ratusan jiwa.
"Saya Yesi Ratnasari. Saya bertugas di Stasiun Meteorologi Kelas 1 Soekarno-Hatta sebagai seorang Forecaster. Sebagai bandara tersibuk di Indonesia dengan jumlah penerbangan lebih dari 30 ribu per bulannya, setiap gangguan cuaca bisa berdampak besar pada operasional penerbangan," ujar Yesi.
Menurut Yesi, keputusan cepat dan akurat sangat penting. Bukan karena tergesa-gesa, tapi karena cuaca dapat berubah drastis, bahkan dalam hitungan menit.
"Dalam dunia penerbangan, cuaca bukan sekedar angka, tapi nyawa, waktu, dan keselamatan," tuturnya.
Muhammad Mansur Dokeng
Muhammad Mansur Dokeng atau akrab disapa Dewa bercerita mengenai Seroja. Seroja menyimpan memori trauma untuk masyarakat nelayan.
Dewa membangun kemitraan dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Menurutnya, BMKG bukan hanya membaca alam itu berdasarkan insting, tapi real alias nyata.
Rahmat Triyono
Di balik kisah tsunami Aceh, ada sosok Rahmat Triyono. Bencana tersebut menjadikan pembelajaran bagi Rahmat agar pemerintah Indonesia membangun sistem peringatan dini tsunami.
Pada tanggal 11 November 2008 harapan Rahmat terkabul. Sistem peringatan dini tsunami di Indonesia atau disebut Indonesia Tsunami Early Warning System (Ina-TEWS) diresmikan.
Urip Haryoko
Di punggung bumi yang sunyi, tempat langit berbicara lewat udara. Sebuah stasiun berdiri dalam diam, membaca isyarat bumi, menjaga harapan dunia yang terus berubah. Stasiun itu bernama Stasiun Global Atmosphere Watch (GAW) Kototabang, Sumatera Barat, yang dirikan Urip Haryoko.
Stasiun Global Atmosphere Watch (GAW) didirikan dalam rangka mempelajari komposisi kimia atmosfer dan karakter fisik atmosfer di seluruh dunia. Tujuannya untuk memahami pola atmosfer dan interaksinya dengan lautan dan biospir, serta untuk prediksi iklim di masa depan.
Herizal
Herizal adalah tokoh yang berperan dalam pembangunan Stasiun GAW Kototabang. Menurutnya, BMKG dapat mengembangkan dan memanfaatkan Stasiun GAW mengamati dan memantau tren komposisi kimia atmofer bumi.
Laura Silpa Marcharet
Di tengah keterbatasan masih ada yang memilih bertahan. Bagi mereka, pengabdian bukanlah sekedar tugas, tapi suara hati. Mereka adalah wajah wajah yang tak terlihat, tetapi menjadi tulang punggung keselamatan negeri ini.
Salah satunya Laura Silpa Marcharet, seorang pegawai Stasiun Meteorologi Wamena. Ia telah mengabdi di Wamena selama 15 tahun.
Laura sadar bahwa dedikasi bukan sekedar kata. Lebih dari itu, dedikasi merupakan panggilan dari hati. Berada di wilayah yang jauh dari pusat pembangunan serta perhatian tentunya memiliki berbagai tantangan, seperti konflik sosial di masyarakat, keterbatasan fasilitas, jaringan internet, dan lain sebagainya.
"Dari berbagai keterbatasan dan tantangan tersebut tidak mengurangi semangat kami dalam mengabdi demi keselamatan masyarakat luas," ungkap Laura.
Mereka bukan sekedar pekerja. Mereka adalah jiwa-jiwa yang memilih bertapahan demi satu hal, yaitu keselamatan kita semua. BMKG bukan hanya tentang cuaca, tapi tentang manusia yang menjadikan ilmu sebagai wujud cinta untuk negeri.