Pemerintah telah resmi melarang setiap orang di Indonesia menjual rokok per batang. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan.
Hal ini juga dianggap bisa meminimalisir dampak buruk terkait kebiasaan orang Indonesia dalam merokok. Dengan pembatasan penjualan tersebut, pemerintah berharap jumlah orang Indonesia yang merokok bisa diturunkan terutama di masyarakat kelas bawah yang biasa mengonsumsi rokok dengan membeli ketengan.
Selain itu, rokok dilarang dijual pada orang di bawah usia 21 tahun dan perempuan hamil. Rokok juga dilarang dijual dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah menyambut baik kebijakan ini. Menurut Trubus, saat ini angka perokok di Indonesia sudah mencapai 70 juta orang dan sebagian di antaranya adalah anak-anak.
"Dari 70 juta jumlah perokok Indonesia, 8%-10% nya adalah anak-anak, sehingga pemerintah perlu untuk mengeluarkan kebijakan ini. Kedua, selama ini Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan menurut Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) bantuan sosial diharapkan untuk konsumsi rumah tangga, bukan beli rokok," ungkap Trubus.
Masih banyak masyarakat yang tidak tahu bahkan keberatan soal larangan ini. Salah satunya Asrina selaku pemilik warung kelontong. Ia mengakui menjual rokok eceran lebih menguntungkan dari rokok bungkusan.
"Saya tidak setuju, lebih menguntungkan kalau rokok eceran itu. Saya bisa jual dengan harga Rp1.500 sampai Rp2.500. Sedangkan harga sebungkus rokok bisa dijual Rp9 ribu sampai Rp45 ribu. Pembeli juga lebih suka membeli rokok dalam bungkus," ujar Asrina.