Bedah Editorial MI-Jangan Biarkan KPK Kehilangan Gigi

22 November 2024 11:29

Tepuk tangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat bergemuruh ketika Johanis Tanak berjanji menghapus operasi tangkap tangan (OTT) di Komisi Pemberantasan Korupsi apabila dirinya terpilih untuk melanjutkan jabatannya sebagai pimpinan lima tahun mendatang.

Tanak yang menyampaikan janji itu saat mengikut uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test), kini telah terpilih kembali menjadi salah satu Komisioner KPK periode 2024-2029. Tanak berhasil mendapatkan dukungan 48 anggota Komisi III DPR.

Terpilihnya Tanak jelas membuat publik cemas, pasalnya janji penghapusan OTT jelas berbahaya buat masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia kalau benar-benar diterapkan. Pasalnya, selama ini OTT justru salah satu instrumen hukum yang dinilai ampuh untuk melakukan penindakan terhadap kasus korupsi.
 

Baca: Setyo Budiyanto Segera Gelar Konsolidasi

Tidak hanya mampu untuk melakukan penegakan hukum secara cepat, OTT juga memberikan efek jera yang luar biasa terhadap para koruptor. OTT merupakan metode penegakan hukum yang dilakukan KPK untuk menangkap pelaku tindak pidana korupsi saat mereka melakukan tindakan koruptif, saat melakukan transaksi rasuah.

Kegiatan OTT dimulai dengan proses pengumpulan informasi dan bukti awal mengenai dugaan tindak pidana korupsi. OTT selalu didahului oleh proses perencanaan, dimulai dari proses penyadapan yang kemudiaan diikuti pengintaian terhadap terduga pelaku. Lalu setelah terduga beraksi, KPK langsung melakukan penangkapan.

Penyadapan inilah yang membuat banyak para koruptor keder, lebih waspada dan bersiasat untuk melakukan tindak pidana korupsi. Bahkan, banyak dari mereka yang terpaksa memakai sandi-sandi khusus saat berkomunikasi untuk melakukan rasuah.

Jika kegiatan OTT tidak lagi digunakan, proses penyadapan mungkin saja tidak bakal dijalankan lagi. Padahal, KPK masih memiliki kewenangan itu meski saat ini penyadapan membutuhkan persetujuan dari Dewan Pengawas KPK.
 
Baca: KPK Panggil Paman Birin Hari Ini

Memang sial nasib pemberantasan korupsi di negeri ini. Wisnu Baroto yang juga satu pemikiran dengan Tanak terpilih sebagai anggota Dewas KPK. Saat uji kelayakan dan kepatutan, ia berujar OTT yang selama ini dilakukan KPK tak lagi relevan dengan pemberantasan korupsi.

Maka, terpilihnya Tanak dan Wisnu semakin memperjelas bahwa upaya pemberantasan korupsi masih terus digerogoti. Upaya pelemahan ini diprediksi bakal terus berlanjut hingga lima tahun mendatang. Kalau OTT dihilangkan, kekuatan KPK semakin berkurang, para koruptor pun pasti bakal menyambut gembira.

Upaya penggembosan KPK itu jelas menjadi ironi di tengah semakin masifnya tindak pidana korupsi. Mafia peradilan kian bertumbuh subur, begitu pun pejabat yang semakin tidak punya rasa takut mencuri uang rakyat. Bahkan, rasuah juga terjadi di dalam tubuh KPK sendiri.

Fakta-fakta itu menegaskan bahwa KPK yang seharusnya menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi di Tanah Air telah kehilangan nyali. Pimpinan KPK selama ini tidak punya keberanian untuk menolak intervensi dari berbagai kepentingan yang ujungnya berimbas pada independensi lembaga.

Setelah hilang nyali, KPK kini juga berpotensi kehilangan gigi jika OTT benar-benar dihapuskan. KPK akan semakin tidak menjadi andalan memberangus korupsi. Lembaga yang merupakan anak kandung reformasi itu sangat mungkin bakal meneruskan keterpurukannya selama lima tahun terakhir sejak sebagian kekuatan mereka lenyap akibat revisi Undang-Undang (UU) KPK Tahun 2019 yang mengamputasi independensi mereka.

Sekarang saja, berdasarkan survei tingkat kepercayaan publik terhadap penegak hukum, KPK berada di urutan terbawah. KPK hanya dipercaya 65% responden, di bawah Kejaksaan Agung 75%, pengadilan 73%, Polri 69%, dan Mahkamah Konstitusi 68%.

Korupsi telah lama menjadi salah satu persoalan utama yang menghambat kemajuan bangsa ini. Upaya menihilkan KPK ini jelas akan semakin memperlemah upaya pemberantasan korupsi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Diva Rabiah)